Hakikat Kebahagiaan Sejati

Oleh : Abdillah

Manusia adalah mahluk yang paling sempurna dibandingkan dengan mahluk lainnya, manusia dikatakan sempurna karena manusia dilengkapi dengan akal pikiran, agar bisa memikirkan alam, dan juga dirinya sendiri terutama memikirkan sesuatu yang transenden. Dan dengan akal pikiran itu pula manusia diharapkan mampu memikirkan kehidupannya terutama memikirkan asal dan tujuan hidupnya.
Alam sebagai makrokosmos dan manusia kedudukan sebagai mikrokosmos, alam tempat manusia menjalani proses kehidupan dan sebagai jalan untuk sampai pada tujuan hakikinya, sangatlah lengkap dengan berbagai perlengkapan untuk manusia, dengan akal pikirannya manusia diharapkan agar bisa mengelola dengan sebaik-baiknya alam ini demi kemaslahatan bersama.

Manusia memang berbeda dengan mahluk lainnya, manusia secara fitrah memiliki sifat hedonis dan materialistis terhadap kehidupan dunia. Manusia secara naluri lebih menyukai keindahan dan kesenangan yang ada di alam ini. Sedangkan Dunia atau alam ini sebagai langkah awal manusia menjalani kehidupan untuk menyampaikan pada kehidupan selanjutnya, alam ini bersipat  sementara karena alam ini selalu mengalami perubahan yang tentunya kesenangan, kebahagiaan yang ada dimuka bumi inipun hanya bersipat sementara, sedangkan manusia sebagai mahluk yang sempurna, kehidupannya pun tidak berakhir dialam ini, manusia harus mampu mendapatkan kebahagiaan abadi dan sempurna. Kebahagiaan yang abadi adalah kebahagiaan yang ketika sudah didapatkan tidak ada keinginan lain.

A. Sumber inspirasi

Dalam penulisan ini saya mendapatkan inspirasi dari surat Ali-Imran ayat 14, yang mana pada surat ini menjelaskan tentang fitrah manusia. Dan manusia selalu menyukai keindahan dan kemewahan.  Manusia sebagai khalifah dimuka bumi mempunyai tanggung jawab terhadap ketentraman bumi, bumi ini adalah ciptaan Tuhan yang didalamnya segala sesuatu perlengkapan yang dibutuhkan manusia tersedia dan sangat lengkap, dimuka bumi ini manusia diberikan kebebasan untuk mengelola dan mengurusi alam dan membentuknya sesuai dengan citranya sendiri, yang pastinya harus bertanggung jawab terhadap apa yang diperbuatnya. Dalam hal ini saya mengutip firman Tuhan: “Dijadikan terasa indah dalam (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan, berupa wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).(ali-Imran:14)”

B. Gagasan filsafat sosial profetik

bumi yang kita tempati ini adalah bumi ciptaan Tuhan, kenapa saya mengatakan dan meyakini bahwa bumi ini ciptaan Tuhan, disini saya berdasarkan pada realita bumi ini yang sangat lengkap sekali untuk memenuhi kebutuhan manusia dan akal kita tidak mampu menguak secara keseluruhan masalah yang berkaitan dengan Bumi ini, tidak mungkin ini ciptaan manusia yang terbatas ini, atau ada dengan sendirinya, manusia dan Bumi adalah terbatas karena selalu mengalami perubahan dan dilingkupi oleh masa dan waktu, saya yakin yang menciptakan manusia atau disebut mikrokosmos dan Bumi sebagai makrokosmos pasti sesuatu yang tidak terbatas dan pasti ada yang menggerakan keseluruhan kehidupan ini, saya juga meyakini akan hukum alam kausalitas, pasti ada penyebab pertama yang mengadakan Bumi ini. Atau kalau dalam bahasa Socrates penggerak yang tak digerakan, dalam artian sang penggerakak dan penguasa atas segalanya sedangkan dia sendiri tidak butuh sesuatupun yang menggerakan.

Lebih tepatnya saya katakan pengada yang tak diadakan, penggerak yang tak bergerak/digerakan.  Dan karena itulah saya meyakini adanya Tuhan, kita manusia yang menempati planet bumi, tuhan yang telah menempatkan kita di bumi yang sangat lengkap dengan kebutuhan manusia. Manusia yang menempati bumi dan sekaligus diberikan kepercayaan untuk mengelola bumi, kehidupan manusia didunia saat ini hanyalah sebuah perjalanan, mungkin saya akan mengawali pembicaraan dari sebuah pertanyaan, dari mana asal kita?apakah Tujuan kita sebagai manusia? Dan hendak kemana manusia setelah menjalani kehidupan?. 

Pertama saya akan mengkaji dulu pertanyaan yang pertama yaitu dari mana asal kita? Diawal telah saya paparkan tentang eksistensi Tuhan, dan eksistensi manusia bergantung pada eksistensi Tuhan, dan tidak sebaliknya. manusia dan alam adalah pancaran dari Tuhan, sebagaimana yang telah digagas oleh Al-Farabi dan Suhrawardi. Tuhan diibaratkan inti cahaya dan memancarkan cahaya yang hal itu dianalogikan adalah ciptaannya. Manusia bagian dari alam dan adanya saling keterkaitan antara manusia dengan alam. Tuhan telah memanjakan manusia dengan keadaan alam yang sangat kaya akan kebutuhan manusia dan penuh dengan keindahan-keindahan. Dan dengan itupula ternyata Tuhan menjadikan manusia yang memiliki watak menyukai keindahan dan kenikmatan (Hedonisme) dan ingin memiliki kekayaan alam (Materialistis). sebenarnya ini adalah dua hal yang balance dalam kehidupan manusia dengan alam.

Selanjutnya kita mengkaji pertanyaan apakah Tujuan Manusia? Setiap tindakan dan ajaran dan keputusan tampaknya mengejar salah satu nilai, apabila manusia melakukan sesuatu, ia selalu melakukannya karena ada tujuan, yaitu nilai, Berbicara tentang tujuan manusia, disini saya akan membedakan tujuan menurut Aristoteles. Tujuan itu ada dua; ada tujuan sementara dan ada tujuan akhir. Rupanya dalam hal ini Tuhan memberikan pilihan kepada manusia, apakah manusia mampu menentukan tujuannya sesuai dengan aturan Tuhan, atau malah keluar dari tujuan yang telah ditentukan oleh tuhan.

Kehidupan manusia dialam ini bukanlah akhir, tapi masih proses perjalanan untuk mencapai tujuan, apakah tujuan manusia itu? Tanpa ragu lagi manusia akan mengatakan bahwa tujuan manusia itu adalah kebahagiaan.  Siapapun orangnya, bangsa apapun dia dan agama apapun yang dianutnya pastinya semua akan sama dalam hal tujuan manusia yaitu menginginkan kebahagiaan. Kebahagiaan adalah tujuan, dan tujuan pun diawal telah dipaparkan ada dua yaitu tujuan sementara dan ada tujuan akhir, begitupun halnya dengan kebahagian, karena kebahagiaan adalah tujuan yang pastinya kebahagiaan itupun terbagi dua; ada kebahagiaan sementara dan ada kebahagiaan akhir/ hakiki. Tujuan akhir atau kebahagiaan akhir adalah kebahagiaan yang jika telah didapatkan tidak ada keinginan lain. Dunia ini adalah tempat manusia meniti perjalanannya untuk sampai pada tujuan akhir, karena kehidupan didunia hanya kehidupan sementara, namun, tidak bisa kita pungkiri bahwa dunia yang sementara ini penuh dengan kenikmatan dan keindahan yang disediakan untuk manusia yang tuhan sendiri menjadikan manusia mencintai kesenangan dan kekayaan, maka dari itu, karena kehidupan dunia ini perjalanan semata maka kenikmatan dan kebahagiaannya pun sementara pula, maka saya simpulkan bahwa kehidupan dunia ini bukan tujuan akhir manusia.

Rupanya dalam hal ini Tuhan memberikan pilihan dan kebebasan kepada manusia, manusia tidak hanya memiliki perangkat hardware (jasad,badan) tetapi juga dilengkapi dengan perangkat softwer yaitu akal budi dan perasaan untuk memilih dan memikirkannya. apakah manusia akan terjebak oleh kebahagiaan/tujuan sementara yang ada dalam kehidupan dunia yang pastinya manusia seperti ini tidak akan sampai pada tujuan atau kebahagiaan akhir yang lebih hakiki. Ataukah manusia akan menyadari kehidupan yang hakiki dan menyadari bahwa dunia ini hanya kehidupan sementara, dan manusia seperti ini mampu mengelola, mengontrol jiwa atau fitrah kemanusiaannya yang selalu menginginkan dan menikmati kebahagiaan dan juga mengumpulkan kekayaan. Dan manusia seperti ini akan sampai pada tujuan atau kebahagiaan akhir yaitu kehidupan yang hakiki yang tidak lagi terbatas oleh ruang dan waktu yang tidak mengalami proses perubahan, dan tidak akan menginginkan lagi sesuatu setelah mendapatkannya atau dalam kata lain, kebahagiaan untuk dirinya sendiri bukan untuk yang lainnya. Dan hal ini termasuk pada tempat kembalinya manusia dan melanjutkan kehidupan yang hakiki.

Manusia adalah ciptaan yang sempurna, fitrah manusia memiliki sipat hedonis dan materialis yang telah ditetapkan tuhan dalam jiwa manusia. Sehingga manusia memiliki keinginanan yang sangat besar terhadap kenikmatan hidup dan mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya. Manusia kebanyakan sering keliru dalam memahami kebahagiaan, mereka menganggap bahwa kebahagiaan itu tergantung pada kekayaan, seperti nama besar,jabatan, mobil mewah,istri cantik , rumah besar dan bertingkat dll. Tapi sebenarnya hal ini sangat keliru, karena ternyata kebahagiaan tidak dapat diukur oleh banyaknya harta atau bagusnya mobil, tapi kebahagiaan itu ada dalam hati.

Namun hal ini dapat kita ketahui, bahwasanya kehidupan semewah apapun yang kita rasakan didunia ini hanya kebahagiaan sementara saja, jikalau manusia terus-terusan memfokuskan dirinya dalam mencari kebahagiaan dunia, maka tertutuplah kebahagiaan yang sebenarnya yang lebih baik dan lebih utama daripada kehidupan Dunia. kebahagiaan itu tidak bisa langsung kita bidik, kebahagiaan itu bersipat diberikan bukan direbut, kalau kebahagiaan bersipat bersipat diberikan berarti kebahagiaan itu datang dengan sendirinya setelah ada proses dan usaha yang maksimal yang menjadikan kebahagiaan itu datang. Maka harus kita sadari, bahwasanya bukanlah kebahagiaan itu sendiri yang harus kita kejar, tapi sebuah proses atau jalan yang menyampaikan pada kebahagiaan, kalau prosesnya bagus tentu kebahagiaan akan datang dengan sendirinya.

Dunia ini adalah sebuah perjalanan dan sekaligus sebagai sebuah proses untuk sampai pada sebuah kebahagiaan. Diawal telah saya paparkan bahwa semua manusia pasti mempunyai keinginan yang sama terhadap kehidupan, manusia ingin hidup senang dan jauh dari rasa sakit.  Baiklah dalam pembahasan saya ini, akan dipaparkan cara manusia sampai pada kebahagiaan ala Aristoteles, yang pertama, mengejar kenikmatan sebanyak-banyaknya dan menjauhi rasa sakit(hedonis, materialis). Kedua, berpolitik dan ketiga, berfilsafat.Poin pertama secara tegas dikatakan oleh aristo seperti kehidupan binatang ternak, karena manusia yang mempokuskan dirinya hanya untuk kekayaan dan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya bukanlah sipat manusia, karena jika manusia lebih menggandrungi kehidupan Dunia, maka sama halnya menyamakan sipatnya dengan binatang. Binatang hanya memikirkan makan dan minum saja dan tidak pernah menyadari atas apa yang terjadi dan yang dilakukannya. Manusia yang hidupnya sudah tergiur terhadap kehidupan dunia, maka dia sudah banyak kehilangan sipat kemanusiaanya, kerakusan, keserakahan dan kekejian yang tidak memiliki rasa malu adalah sipat binatang. Maka hal ini tidaklah mungkin kebahagiaan hidup manusia yang hakiki. Dan tentunya jika ini terjadi pada manusia maka tertutuplah kebahagiaan hakiki yang lebih sempurna abadi. 

Manusia Terdiri Dari 3 Jiwa
Manusia menurut Ibn Sina memiliki 3 jiwa, jiwa hewan, tumbuhan dan manusia. Jiwa hewan berpungsi untuk bergerak dan makan, dan berkembang biak .jiwa binatang, yaitu berkembang dan tumbuh, sedangkan jiwa manusia itu disebut dengan jiwa ilahiyah/ jiwa yang berpikir karena jiwa ini adalah bagian dari diri Tuhan,  jiwa tersebut memiliki tingkatan, jiwa hewan yang rendah, kemudia jiwa hewan yang sedikit sempurna dan jiwa manusia yang telah sempurna, kedua jiwa tersebut semua ada dalam kendali jiwa manusia, jiwa hewan yang cenderung mengikuti hawa nafsu dan memenuhi kebutuhan jasmani saja, keserakahan, keangkuhan adalah jiwa binatang, sedangkan jiwa manusia selalu mengajak kepada kebaikan. Kedua jiwa tersebut selalu ingin beraktual, dan jika kedua jiwa tersebut mengalahkan jiwa manusia, maka hidup manusia cenderung seperti kehidupan hewan dan binatang yang hidupnya hanya memenuhi kebutuhan jasmani saja dan selalu memenuhi segala keinginannya terhadap kehidupan dunia. tetapi jika manusia mampu mengelola keduanya dan mengkolaborasikan ketiga jiwa tersebut maka kehidupannya akan lebih baik, tidak hanya memenuhi kebutuhan jasmani tetapi memenuhi kebutuhan ruhaninya. 

Jika manusia sudah sampai pada tahap ini, maka kehidupan akan bahagia didunia dan dikehidupan setelah kematian.Jiwa manusia disebut jiwa natqiyah, karena jiwa inilah yang paling sempurna karena jiwa ini yang bisa berpikir dan mampu memilih dalam berbuat. Manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan ciptaan yang lainnya, karena manusia dilengkapi dengan akal dan pikiran dan juga hati, manusia mampu memikirkan setiap tindakan yang sedang dia kerjakan ataupun sesuatu yang akan dia kerjakan, manusia mampu memilih setiap tindakan yang baik bagi dirinya dan bahkan mampu mengenal dan berterima kasih kepada Tuhan. Manusia ideal adalah manusia yang memiliki spiritual, emosional, intelektual dan sosial, jika manusia mampu mengharmoniskan keempat hal itu maka manusia akan sampai pada kebahagiaan yang tak terbatas, kebahagiaan untuk dirinya sendiri bukan untuk yang lainnya.

Firman Tuhan; "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(adz-Dzariyaat: 56)" =D "Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka"[al-Baqarah :127].


Referensi:
Al-Qur’an, (ali Imran, Adz-Dzariyaat, al-Baqarah)
Hadiwijono, DR. Harun.( 1980). Sari Sejarah Filsafat Barat 1, Yogyakarta: Kanisius
Suseno, Frans, Magnis. (2009). Menjadi Manusia belajar dari Aristoteles, yogyakarta : Kanisius
Hardjana, M. Agus. (2005). Religiositas, Agama dan Spiritualitas, Yogyakarta: Kanisius
Al-Walid, DR. Khalid(2012). Perjalanan Jiwa menuju Akhirat, Jakarta : Sadra Press

No comments:

Post a Comment

Berikanlah komentar terhadap postingan ini tentang keritik atau saran. karena dengan itu kami berharap dapat memperbaiki postingan yang selanjutnya. oleh karena itu komentar anda akan sangat berarti bagi kami. Akhir kata semoga postingan ini bermanfaat bagi anda khususnya, dan umumnya bagi semua orang.

Mohon maaf dari segala kesalahan dan kekurangan yang terdapat dalam penulisan ini, karena admin adalah seseorang yang masih jauh dari hakikat kebenaran yang sebenarnya.

Kalam Tuan syaikh Abdul Qodir Bagian Awal Tentang I'tirod

 قال سيدنا الشيخ محي الدين ابو محمد عبد القدير رضي الله عنه بكرة يوم الأحد بالرباط ثالث الشوال سنة خمس وأربعين وخمسمائة،  Sayidina syaikh ab...