A.
Definisi/Ta’rif
Apa itu ilmu Nahwu?
Ilmu nahwu adalah ilmu yang mempelajari prinsip dan prosedur
mengenai hukum-hukum dalam kalimat yang berbahasa arab, susunan kalimatnya baik
yang mu’rob ataupun yang mabni dan segala yang mengikuti keduanya
seperti syarat nawasikh dan yang membuang a’id.
B.
Objek
Apa objek ilmu nahwu?
Para ulama ahli nahwu telah sepakat untuk
menentukan bahwa objek ilmu nahwu itu bukanlah bahasa indonesia, bukan pula
bahasa inggris, akan tetapi menerka menentukan bahwa yang menjadi objek ilmu
tersebut adalah bahasa arab dengan melalui pembahasan dari aspek kedudukan
kalimatnya.
C.
Manfaat yang dihasilkan oleh ilmu Nahwu
Apa kegunaan (manfaat) ilmu nahwu?
Tentunya ilmu nahwu tidak tercipta tanpa ada
maksud dan tujuan yang pasti, ilmu ini hadir dihadapan kita dengan menawarkan
berjuta keuntungan. Dan yang menjadi keuntungan menguasai ilmu ini adalah akan
terjaganya pemahaman kita dari kesalahan-kesalahan mengartikan dan
menerjemahkan kalimat yang berbahasa arab, juga akan menolong kita untuk
mempermudah dalam memahami terhadap al-Quran dan al-Hadits.
D.
Sumber ilmu Nahwu
Dari mana sumber (istimdad) ilmu Nahwu?
Seperti yang telah dikupas di atas, jika ilmu
Nahwu merupakan ilmu yang mempelajari prinsip dan prosedur atau aturan-aturan
dalam bahasa arab, maka sumber atau yang menjadi barometernya adalah dari
bahasa arab itu sendiri, namun sumber yang paling dominan adalah dari al-Quran,
al-Hadits dan ungkapan-ungkapan orang arab yang fasih.
E.
Keunggulan/kedudukan dibanding dengan ilmu yang
lain
Apa yang menjadi keunggulan ilmu Nahwu?
Ilmu ini tercipta dengan memiliki keunggulan yang
luar biasa. Karena sebuah ungkapan berbahasa arab jika tidak sesuai dengan
kaidah nahwunya tentu tidak akan dimengerti dan ungkapan tersebut tentu tidak
otentik, oleh karena itu ilmu ini menduduki peringkat nomor satu dalam bahasa
Arab.
F.
Hubungannya dengan ilmu yang lain
Bagaimana hubungan antara ilmu Nahwu dengan ilmu yang lain?
Hubungan ilmu Nahwu dengan ilmu yang lain adalah (tabayun
kuliyun) aitu dalam artian ilmu Nahwu bukanlah ilmu yang lain (selain
nahwu), dan begitu juga sebaliknya, ilmu yang lain juga bukan merupakan ilmu
Nahwu. Namun antara ilmu Nahwu dan ilmu yang lain itu semuanya saling
membutuhkan. Contoh ilmu Sharaf, ilmu Sharaf ini bukanlah ilmu Nahwu, dan
sebaliknya ilmu Nahwu juga bukan merupakan ilmu Sharaf, tapi untuk memahami
ilmu Sharaf tersebut kita harus melibatkan ilmu Nahwu, sebab kita tidak mungkin
faham terhadap kalimah yang menjelaskan sharaf jika tidak menggunakan ilmu
Nahwu. Begitu juga sebaliknya, untuk memahami ilmu Nahwu harus melibatkan ilmu
Sharaf, sebab kita juga tidak mungkin serta merta memahami ilmu Nahwu jika cara
memahami kalimat yang menerangkan ilmu nahwu tersebut tidak menggunakan ilmu
sharaf.
G.
Namanya
Apa namanya ilmu Ini?
Namanya adalah ilmu Nahwu. Adapun arti dari nahwu
ini sangat beragam sekali, menurut para ulama arti dari kata nahwu bisa
mencakup tujuh arti.
H.
Masalah yang dibahas
Permasalahan apa yang dibahas dalam ilmu Nahwu?
Sebagai ilmu yang menjadi barometer tentang benar
atau salahnya dalam pengungkapan, penulisan dan pembacaan teks arab, maka permasalahan
dalam pembahasannya juga tidak terlepas dari itu. Permasalahan dalam ilmu ini
adalah pembahasan teoritis tentang prosedur atau prinsip hukum-hukum dalam
bahasa arab.
I.
Hukum mempelajarinya
Bagaimana hukum mempelajari ilmu Nahwu?
Para ahli nahwu berpendapat bahwa terdapat dua
hukum dalam pembelajaran ilmu ini. Secara fundamental hukum belajar ilmu
tersebut adalah fardu kifayah bagi orang yang tidak berkehendak untuk
memperdalami makna al-Quran dan al-Hadits, oleh sebab itu terlepaslah kewajiban
seseorang untuk belajar ilmu tersebut karena ada orang lain yang mewakilinya.
Namun jika seseorang berkehendak ingin mendalami tentang al-Quran dan
al-Hadits, maka hukumnya belajar ilmu Nahwu adalah fardu ‘ain.
J.
Perintis pertama ilmu ini
Siapakah (Wadi’) peletak pertama ilmu Nahwu?
Orang pertama yang menciptakan dan mengajarkan
ilmu Nahwu adalah Abu Al-aswad yang dibawahi oleh perintah Amiril mu’minin
Sayidina ‘Ali bin Abi thalib karamallahu wajhah. Pada waktu itu Ada sedikit
kisah tentang sebab diperintahnya Abu al-aswad untuk menyusun ilmu tersebut
adalah karena pada suatu malam ia sempat bersama seorang putrinya berada di
sebuah loteng rumahnya, cuaca malam saat itu begitu cerah, dan keadaan langitpun
begitu indah. mereka berdua menyaksikan keindahan suasana langit pada malam
itu, sehingga kemudian sang putri bermaksud ingin mengungkapan ta’ajub
(perasaan kagumnya) terhadap keindahan langit malam yang menawan itu. Dia
mengungkapkan perasaan ta’ajub (kagum) dengan redaksi يا أبت ما أحسنُ السماءِ “Wahai ayahanda,
indahnya langit itu dari segi apanya?” (dengan keadaan nun domah dan hamzah
dalam keadaan katsrah) redaksi tersebut adalah redaksi pertanyaan padahal yang
dimaksud putri itu adalah ungkapan kekaguman, bukan pertanyaan. Untuk
mengungkapkan kekagumannya seharusnya dia mengungkapkannya dengan kalimat يا أبت ما أحسنَ السماءَ “Wahai
ayahanda, betapa indahnya langit ini” (Dengan nun dan hamzah keduanya dalam
keadaan Fathah) tapi karena salah cara melafalkan bahasanya, maka salah pula
maknanya.
No comments:
Post a Comment
Berikanlah komentar terhadap postingan ini tentang keritik atau saran. karena dengan itu kami berharap dapat memperbaiki postingan yang selanjutnya. oleh karena itu komentar anda akan sangat berarti bagi kami. Akhir kata semoga postingan ini bermanfaat bagi anda khususnya, dan umumnya bagi semua orang.
Mohon maaf dari segala kesalahan dan kekurangan yang terdapat dalam penulisan ini, karena admin adalah seseorang yang masih jauh dari hakikat kebenaran yang sebenarnya.