Teori Strukturalisme Murni


Bismilahirrohmanirrohim
Strukturalisme genetik merupakan cabang penelitian sastra secara struktural yang tak murni, dan ini merupakan bentuk penggabungan antara strukural dengan metode penelitian sebelumnya. Peletak dasar strukturalisme genetik adalah Taine. Pandangannya lalu dikembangkan melalui studi sastra secara sosiologis. Bagi dia sastra tidak hanya sekedar karya imajinatif melaninkan dapat merupakan  cerminan atau rekaman budaya, suatu perwujudan pikiran tertentu pada saat karya dilahirkan. Dari pandangan Goldmann adalah satu – satunya tokoh yang ikut mengembangkan strukturalisme genetik. Dalam pandangannya, fakta kemanusiaan merupakan struktur yang bermakna. Semua aktivitas manusia merupakan respon dari subyek kolektif atau individu dalam situasi tertentu. Strukturalisme genetik muncul sebagai reaksi atas “strukturalisme murni” yang mengabaikan latar belakang sejarah dan latar belakang sastra yang lain. Teori strukturalisme murni meliputi historitas, pendekatan, teori, prosedur (metode), asumsi tentang karya sastra, kelibihan dan kekurangan teori  antara lain:a. Historitas teori strukturalisme murni dalam ilmu sastra lahir dan berkembang melalui tradisi formalisme. Artinya hasil-hasil yang dicapai melalui tardisi-tradisi formalisme sebagian besar dilanjutkan dalam strukturalisme. Disuatu pihak para pelopor formalisme sebagian besar ikut andil dalam mendirikan strukturalisme, dilain pihak atas dasar pengalaman formalismelah mereka mendirikan strukturalisme dengan pengertian bahwa berbagai kelemahan yang terdapat dalam formalisme di perbaiki kembali oleh strukturalisme oleh karena itulah Mukarosvky seorang tokoh formalis Rusia berpendapat bahwa strukturalisme yang mulai diperkenalkan pada tahun 1934 tidak menggunakan nama metode ataupun teori sebab teori merupakan bidang ilmu pengetahuan tertentu sedangkan metode merupakan prosedur imiah yang relaif baku. Pada masa tersebut strukturalisme terpaku dan terbatas sebagai sudut pandang epestimologi saja, sebagi system tertentu dengan mekanisme antarhubungan. Oleh sebab itu Robert Schools (1977) menjelaskan keberadaan strukturalisme menjadi tiga tahap, yaitu: sebagai pergeseran paradigma berfikir, sebagai metode dan terakhir sebagai teori. Mekanisme seperti ini merupakan cara yang biasa dalam perkembangan ilmu pengetahuaan. Jadi bisa dikatakan bahwa strukturalisme mulai dengan lahirannya ketidakpuasan dan berbagai keritik terhadap formalisme.

b. Pendekatan strukturalisme murni biasa disebt juga dengan pendekatan objektif yakni pendekatan penelitiaan sastra yang mendasarkan pada karya sastra tersebut. Secara keseluruhan (otonom). Pendekatannya dilihat dari eksistensi sastra itu sendiri berdasarkan konvensi sastra yang berlaku, konvensi tersebut adalah aspek-aspek instriktik karya sastra yang meliputi didalamnya kebulatan makna, diksi, rima, struktur kalimat, tema, plot, setting, karakter, dan lainnya. Yang jelas penilaian yang diberikan diihat dari sejauh mana kekuatan atau nilai karya sastra tersebut berdasarkan keharmonisan semua unsur-unsur pembentuknya tadi.

c.  Konsep Teori strukturalisme murni yang paling pokok ditunjukan ialah peranan unsur-unsur dalam pembentuk totalitas, kaitannya secara fungsional diantara unsur-unsur tersebut, sehingga totalitas tidak dengan sendirinya sama dengan jumlah unsur -unsurnya. Menurut Jean Peagnet ada tiga dasar konsep strukturalisme:

·   Unsur kesatuaan sebagai koherensi internal dan pembentuk totalitas
·  Transformasi sebagai bentuk bahan-bahan baru secara terus menerus dan terjadinya saling keterkaitan antar unsur tadi
·   Regulasi diri (self regulating) yakni mengadakan perubahan kekuaatan dari dalam dan unsur-unsur tadi saling mengatur dirinya sendiri.

d.  Prosedur (metode) teori yang digunakan adalah metode struktural yakni suatu metode yang cara kerjanya membongkar secara struktural unsur-unsur interistik karya sastra yang meliputi didalamnya kebulatan makna, diksi, rima, struktur kalimat, tema, plot, setting, karakter, dan lainnya. Dalam unsu-unsur yang dipaparkan tadi berperan sebagai pembentuk totalitas, selanjutnya terjadi saling keterkaitan antar unsur tadi (transformatif) dan terakhir regurasi diri (self regulating) yakni unsure-unsur tadi saling mengatur dirinya sendiri.

e. Asumsi karya sastra berdasarkan teori strukturalisme murni karya satra di pandang dari aspek dalamnya saja yakni konsep bentuk dan isinya saja. Sebagaimana yang di kemukakan oleh Ferdinand de Sausere yang intinya berkaitan dengan konsep Sign dan Meaning (bentuk dan isi) atau seperti yang dikemukakan oleh Luxemburg sebagai signifiant-signifei dan paradigm-syntagma. Pengertiaannya adalah tanda atau bentuk bahasa merupakan unsur pemberi arti dan yang di artikan. Dari dua unsur itulah ditemukan sebuah realitas yang saling berkaitan. Karena itu untuk memberi makna yang tertuang dalam karya sastra, penela’ah harus bisa mencarinya berdasarkan telaah struktur yang dalam hal ini terrefleksi melalui unsur bahasa.

f.  Kelebihan dari teori strukturalisme murni adalah sebagai berikut:
·  Teori stukturalisme murni hampir seluruh bidang kehidupan manusia baik itu dalam laju perkembangan IPTEK, dalam menunjang sarana pra sarana penelitian secara global, dan dalam bidang sastra memicu berkembangnya genre sastra dan lainnya.
·  Menumbuhkan prinsif antarhubungan baik itu hubungan masyarakat dengan sastra,, minat mayarakat terhadap penelitaan inter disipliner, memberi pengaruh terhadap berkembangnya teori sastra.
· Dianggap sebagai salah satu teori modern yang berhasil membawa manusia pada pemahaman yang maksimal.

g. Kekurangan ataupun kelemahan dari teori strukturalisme murni ini disebabkan karena teori ini hanya menekankan otonomi dan prinsif objektifitas pada struktur karya sastra yang memiliki beberapa kelemahan pokok ialah sebagai berikut:

· Karya sastra diasingkan dari konteks dan fungsinya sehingga sastra kehilangan relevensi sosialnya, tercabutnya dari sejarah, dan terpisah dari permasalahan manusia.
· Mengabaikan pengarang (penulis) sebagai pemberi makna dalam penafsiran terhadap karya sastra. Ini sangat krusial sekali dan berbahaya karena penafsiran tersebut akan mengorbankan cirri khas kepribadian, cita-cita dan juga norma-norma yang di pegang teguh oleh pengarang tersebut dalam kultur sosial tertentu. Otomatis keobjektifitasannya akan diragukan lagi karena memberi kemungkinan lebih besar terhadap campur tangan pembaca didalam penafsiran karya sastra tersebut.
· Karya sastra tidak dapat diteliti lagi dalam rangka konvensi-konvnsi kesusastraan sehingga pemahaman kita terhadap terhadap genre dan system sastra sangat terbas sekali.

Kalam Tuan syaikh Abdul Qodir Bagian Awal Tentang I'tirod

 قال سيدنا الشيخ محي الدين ابو محمد عبد القدير رضي الله عنه بكرة يوم الأحد بالرباط ثالث الشوال سنة خمس وأربعين وخمسمائة،  Sayidina syaikh ab...