kata bidah sudah tidak asing lagi untuk kita dengar, zaman sekarang ini banyak yang asal ngomong, asal bunyi, tanpa disaring terlebih dahulu. sebetulnya dalam memvonis bid'ah itu harus hati-hati, kata rasullullah SAW
كل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار
artinya : "bid'ah itu sesat dan
setiap yang sesat itu masuk neraka" jika yang kita tuduh bid'ah atau sesat
ternyata benar (bukan masalah yang sesat), maka kitalah yang sesat dan masuk
neraka, na'udzubilah, kita tidak boleh sembarangan memvonis bid'ah, sebelum
tahu sebenarnya bid'ah itu apa, apa definisi bid'ah...? ada berapa macam
bid'ah...? bid'ah apa saja yang diperbolehkan...? jadi jika ingin memvonis
bid'ah itu harus berdasarkan ijma' (kesepakatan 'ulama), bukan hanya menurut
sebagian orang saja, apalagi jika pembid'ahan yang dilakukan itu dikarenakan
kurangnya pengetahuan yang mendalam, tidak sedikit kan banyak orang menyalahkan
orang lain bisa terjadi mungkin orang yang menyalahkan stsu memvonis sesat
tersebut belum mengetahui ilmunya secara dalam. mereka tidak tahu kalau yang
dituduh bid'ah mempunyai dalil kuat, atau hujjah seperti qunut.
A. Hukum Membaca Qunut Subuh
Di dalam madzab syafii sudah
disepakati bahwa membaca doa qunut dalam shalat subuh pada I’tidal rekaat kedua
adalah sunnah ab’ad. Sunnah Ab’ad artinya diberi pahala bagi yang
mengerjakannya dan bagi yang lupa mengerjakannya disunnahkan menambalnya dengan
sujud syahwi.
Tersebut dalam Al majmu’ syarah
muhazzab jilid III/504 sebagai berikut :
“Dalam madzab syafei disunnatkan qunut
pada waktu shalat subuh baik ketika turun bencana atau tidak. Dengan hukum
inilah berpegang mayoritas ulama salaf dan orang-orang yang sesudah mereka. Dan
diantara yang berpendapat demikian adalah Abu Bakar as-shidiq, Umar bin
Khattab, Utsman bin affan, Ali bin abi thalib, Ibnu abbas, Barra’ bin Azib –
semoga Allah meridhoi mereka semua. Ini diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad
yang shahih. Banyak pula orang tabi’in dan yang sesudah mereka berpendapat
demikian. Inilah madzabnya Ibnu Abi Laila, Hasan bin Shalih, Malik dan Daud.”
Dalam kitab al-umm jilid I/205
disebutkan bahwa Imam syafei berkata :
“Tidak ada qunut pada shalat lima
waktu selain shalat subuh. Kecuali jika terjadi bencana, maka boleh qunut pada
semua shalat jika imam menyukai”.
Imam Jalaluddin al-Mahalli berkata
dalam kitab Al-Mahalli jilid I/157 :
“Disunnahkan qunut pada I’tidal rekaat
kedua dari shalat subuh dan dia adalah “Allahummahdinii fiman hadait….hingga
akhirnya”.
Demikian keputusan hokum tentang qunut
subuh dalam madzab syafii.
B. Dalil-Dalil Kesunattan qunut subuh
Berikut ini dikemukakan dalil dalil
tentang kesunnatan qunut subuh yang diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Hadits dari Anas ra.
“Bahwa Nabi saw. pernah qunut selama
satu bulan sambil mendoakan kecelakaan atas mereka kemudian Nabi
meninggalkannya.Adapun pada shalat subuh, maka Nabi melakukan qunut hingga
beliau meninggal dunia”
Hadits ini diriwayatkan oleh
sekelompok huffadz dan mereka juga ikut meriwayatkannya dan mereka juga ikut
menshahihkannya. Diantara ulama yang mengakui keshahihan hadis ini adalah
Hafidz Abu Abdillah Muhammad ali al-balkhi dan Al-Hakim Abu Abdillah pada
beberapa tempat di kitabnya serta imam Baihaqi. Hadits ini juga turut di
riwayatkan oleh Darulquthni dari beberapa jalan dengan sanad-sanad yang shahih.
Dikatakan oleh Umar bin Ali Al
Bahiliy, dikatakan oleh Khalid bin Yazid, dikatakan Jakfar Arraziy, dari
Arrabi’ berkata : Anas ra ditanya tentang Qunut Nabi saw bahwa apakah betul
beliau saw berqunut sebulan, maka berkata Anas ra : beliau saw selalu terus berqunut
hingga wafat, lalu mereka mengatakan maka Qunut Nabi saw pada shalat subuh
selalu berkesinambungan hingga beliau saw wafat, dan mereka yg meriwayatkan
bahwa Qunut Nabi saw hanya sebulan kemudian berhenti maka yg dimaksud adalah
Qunut setiap shalat untuk mendoakan kehancuran atas musuh musuh, lalu (setelah
sebulan) beliau saw berhenti, namun Qunut di shalat subuh terus berjalan hingga
beliau saw wafat. (Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 2 hal 211 Bab Raf’ul yadayn
filqunut, Sunan Imam Baihaqi ALkubra Juz 3 hal 41, Fathul Baari Imam Ibn Rajab
Kitabusshalat Juz 7 hal 178 dan hal 201, Syarh Nawawi Ala shahih Muslim Bab
Dzikr Nida Juz 3 hal 324, dan banyak lagi).
2. Hadits dari Awam Bin Hamzah dimana
beliau berkata :
“Aku bertanya kepada Utsman –semoga
Allah meridhoinya- tentang qunut pada
Subuh. Beliau berkata : Qunut itu sesudah ruku. Aku bertanya :” Fatwa siapa?”,
Beliau menjawab : “Fatwa Abu Bakar, Umar dan Utsman Radhiyallahu ‘anhum”.
Hadits ini riwayat imam Baihaqi dan
beliau berkata : “Isnadnya Hasan”. Dan Baihaqi juga meriwayatkan hadits ini
dari Umar Ra. Dari beberapa jalan.
3.
Hadits dari Abdullah bin Ma’qil
at-Tabi’i
“Ali Ra. Qunut pada shalat subuh”.
Diriwayatkan oleh Baihaqi dan beliau
berkata : “Hadits tentang Ali Ra. Ini shahih lagi masyhur.
4. Hadits dari Barra’ Ra. :
“Bahwa Rasulullah Saw. melakukan qunut
pada shalat subuh dan maghrib”. (HR. Muslim).
5.
Hadits dari Barra’ Ra. :
“Bahwa Rasulullah Saw. melakukan qunut
pada shalat subuh”. (HR. Muslim).
Hadits no. 4 diriwayatkan pula oleh Abu Dawud dengan tanpa
penyebutan shalat maghrib. Imam Nawawi dalam Majmu’ II/505 mengatakan :
“Tidaklah mengapa meninggalkan qunut pada shalat maghrib karena qunut bukanlah
sesuatu yang wajib atau karena ijma ulama menunjukan bahwa qunut pada shalat
maghrib sudah mansukh hukumnya”.
6.
Hadits dari Abi rofi’
“Umar melakukan qunut pada shalat
subuh sesudah ruku’ dan mengangkat kedua tangannya serta membaca doa dengn bersuara”. (HR
Baihaqi dan ia mengatakan hadis ini shahih).
7.
Hadits dari ibnu sirin, beliau berkata :
“Aku berkata kepada anas : Apakah
Rasulullah SAW. melakukan qunut pada waktu subuh? Anas menjawab : Ya, begitu
selesai ruku”. (HR. Bukhary Muslim).
8.
Hadits dari Abu hurairah ra. Beliau berkata :
“Rasulullah Saw. jika beliau
mengangkat kepalanya dari ruku pada rekaat kedua shalat subuh beliau mengangkat
kedua tangannya lalu berdoa : “Allahummah dini fii man hadait ….dan
seterusnya”. (HR. Hakim dan dia menshahihkannya).
9.
Hadits dari Hasan bin Ali bin Abi
Thalib ra. Beliau berkata :
“Aku diajari oleh rasulullah Saw.
beberapa kalimat yang aku ucapkan pada witir yakni : Allahummah dini fii man hadait ….dan
seterusnya” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai dan selain mereka dengan isnad yang
shahih)
10.
Hadits dari Ibnu Ali bin Thalib ra.
Imam Baihaqi meriwayatkan dari
Muhammad bin Hanafiah dan beliau adalah Ibnu Ali bin Thalib ra. Beliau berkata :
“Sesungguhnya doa ini adalah yang
dipakai oleh bapakku pada waktu qunut diwaktu shalat subuh” (Al-baihaqi
II/209).
11.
Hadist doa qunut subuh dari Ibnu Abbas ra. :
Tentang doa qunut subuh ini, Imam
baihaqi juga meriwayatkan dari beberapa jalan yakni ibnu abbas dan selainnya:
“Bahwasanya Nabi Saw. mengajarkan doa
ini (Allahummah dini fii man hadait ….dan seterusnya) kepada para shahabat agar
mereka berdoa dengannya pada waktu qunut di shalat subuh” (Al-baihaqi II/209).
Demikianlah Beberapa Dalil yang
dipakai para ulama-ulama shlusunnah dari madzab syafiiyah berkaitan dengan
fatwa mereka tentang qunut subuh.
Dari sini dapat dilihat keshahihan
hadis-hadisnya karena dishahihkan oleh Imam-imam hadits ahlusunnah yang
terpercaya. Hati-hati dengan orang-orang khalaf akhir zaman yang lemah hafalan
hadisnya tetapi mengaku ahli hadis dan banyak mengacaukan hadis-hadis seperti
mendoifkan hadis shahih dan sebaliknya.
https://www.facebook.com/note.php?note_id=178269995551609
Hadits di atas cukup banyak dan Imam Syafi’ie
menyatakan bahwa Doa Qunut pada sholat Subuh adalah Sunnah Ab’ad. Karena Nabi
juga pernah melakukan do’a qunut, maka yang menyebut Doa Qunut sebagai bid’ah
salah besar. Bid’ah itu artinya sesuatu yang baru yang Nabi TIDAK PERNAH
MENGERJAKANNYA. Nah Nabi kan sudah
mengerjakan Doa Qunut berkali-kali. Jadi keliru jika mengatakan Doa Qunut itu
bid’ah.
Ustad Ahmad Sarwat LC menulis:
Seperti klaim bahwa zikir berjamaah
dengan satu komando dianggap bid’ah, itu hanya klaim dari satu pihak tertentu.
Apakah klaim itu benar atau tidak, masih harus dijelaskan lagi. Tetapi yang
jelas, klaim itu hanyalah sebuah pendapat, bukan sesuatu yang didasarkan pada
dalil yang sharih dan shahih. Klaim itu bisa diabaikan, selama ada banyak
perbedaan pendapat, di mana masing-masing juga mendasarkan kepada ijtihad.
Sangat aneh ketika seorang muslim
menggunjingkan saudaranya, memboikot, tidak mau bertegur sapa, bahkan sampai
tidak mau menshalati jenazah saudaranya, hanya lantaran saudaranya itu ikut
zikir berjamaah dan membaca doa qunut pada shalat shubuh.
Menggunjing itu dosa besar, bahkan di
dalam Al-Quran disamakan dengan memakan daging saudaranya sendiri. Mengapa
untuk menyikapi orang yang berbeda pendapat tentang masalah khilafiyah, harus
dengan cara melakukan dosa besar? Apakah zikir berjamaah itu sudah dijadikan
ijma’ ulama dan hukumnya dosa besar? Sehingga dosa besar itu harus dihilangkan
dengan cara melakukan dosa besar juga?
Tindakan tidak menshalati jenazah
seorang muslim, hanya lantaran dia membaca doa qunut pada shalat shubuh, tentu
tindakan yang benar-benar kurang bisa dimengerti. Apakah kita akan menuduhnya
sebagai pelaku dosa besar karena dia mengikuti ijtihad imam Asy-Syafi’i yang
menyunnahkan qunut? Apakah kita memperlakukannya sama dengan orang kafir,
dengan cara tidak menshalati jenazahnya?
Jadi hindari paham ekstrim yang suka
membid’ahkan menganggap sesat Muslim lainnya karena itu sangat berbahaya. Jika
yang dituduh bid’ah/sesat itu ternyata lurus, maka kelompok itulah yang sesat
dan masuk neraka.
Kadang ada orang yang begitu bangga
dan merasa gagah jika berani mengkafirkan atau menuduh sesat sesama Muslim. Dia
tidak sadar akan bahaya mengkafirkan atau menganggap sesat sesama Muslim yang
bisa mengakibatkan dirinya sendiri kafir/sesat dan masuk neraka.
Tiga perkara berasal dari iman: (1)
Tidak mengkafirkan orang yang mengucapkan “Laailaaha illallah” karena suatu
dosa yang dilakukannya atau mengeluarkannya dari Islam karena sesuatu
perbuatan; (2) Jihad akan terus berlangsung semenjak Allah mengutusku sampai
pada saat yang terakhir dari umat ini memerangi Dajjal tidak dapat dirubah oleh
kezaliman seorang zalim atau keadilan seorang yang adil; (3) Beriman kepada
takdir-takdir. (HR. Abu Dawud)
Jangan mengkafirkan orang yang shalat
karena perbuatan dosanya meskipun (pada kenyataannya) mereka melakukan dosa
besar. Shalatlah di belakang tiap imam dan berjihadlah bersama tiap penguasa.
(HR. Ath-Thabrani)
Di saat Usamah, sahabat Rasulullah
saw, membunuh orang yang sedang mengucapkan, “Laa ilaaha illallaah, ” Nabi
menyalahkannya dengan sabdanya, “Engkau bunuh dia, setelah dia mengucapkan Laa
ilaaha illallaah.” Usamah lalu berkata, “Dia mengucapkan Laa ilaaha illallaah
karena takut mati.” Kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Apakah kamu mengetahui
isi hatinya?” [HR Bukhari dan Muslim]
“Yaitu orang-orang yang memecah-belah
agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa
bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” [Ar Ruum:32]
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah
belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung
jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada
Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka
perbuat.” [Al An’aam:159]
“Apabila seseorang mengatakan kepada
saudaranya: Wahai orang kafir, maka perkataan itu akan menimpa salah satu dari
keduanya.” [HR Bukhari]
“Siapa saja seseorang yang mengatakan
kepada saudaranya, “hei kafir” maka julukan itu akan kembali kepada salah
seorang dari keduanya. Jika orang yang dituduh itu benar, maka sesuai dengan
apa yang dituduhkan, tapi jika tidak,
maka tuduhan itu akan kembali kepada yang melemparkannya.” (HR. Muslim).
“Tidaklah seseorang menuduh orang lain
dengan kefasikan atau kekafiran, kecuali akan kembali kepada si penuduh jika
orang yang dijuluki itu tidak demikian keadaannya.” (HR. Bukhori)
Sesatnya Khawarij atau sekarang Islam
Jama’ah bukan karena aqidah atau amal ibadah mereka sesat atau penuh bid’ah.
Tapi karena sikap mereka yang mengkafirkan atau menganggap sesat sesama Muslim.
Jadi hindarkanlah perilaku Khawarij.
Jangan terlalu gampang memvonis
sesuatu hal yang baru sebagai Bid’ah. Sebaiknya pelajari sejarah dan hadits
dulu sebelum begitu.
1. Zaman Nabi shalat Tarawih sendiri2.
Zaman Umar jadi Khalifah, Umar mengumpulkan para sahabat untuk tarawih bersama
di masjid. Itu adalah bid’ah hasanah kata Umar ra yg diaminkan para sahabat.
Dan kualitas KeIslaman Umar ra beserta sahabat jauh di atas para syaikh yang
ada sekarang.
2. Zaman Nabi Al Qur’an tidak
berbentuk 1 kitab seperti sekarang. Namun pada
zaman Khalifah Abu Bakar, Umar
mengusulkan agar Al Qur’an dibukukan sehingga tidak tercerai-berai dan akhirnya
dilupakan mengingat banyak Hafidz Qur’an yang terbunuh saat perang. Khalifah
Abu Bakar ragu takut itu bid’ah. Namun desakan Umar dan juga persetujuan
sahabat lainnya, akhirnya Al Qur’an dibukukan. Apakah ini bid’ah? Apakah ini
sesat dan masuk neraka? Tidak bukan?
Banyak orang tidak paham bid’ah
sehingga hal2 yg sebetulnya tidak bid’ah, dimasukkan sebagai bid’ah dan masuk
neraka. Padahal mengkafirkan orang itu dosa.
3. Kitab Hadits zaman Nabi tidak ada.
Bahkan Nabi melarang sahabat untuk menulis Hadits karena dikhawatirkan
tercampur dengan Al Qur’an. Namun para ulama dan ahli Hadits akhirnya
membukukan Hadits dari Imam Malik dgn Al Muwaththo, hingga Imam Bukhari, Imam
Muslim, dsb. Ini juga bukan bid’ah yang masuk neraka.
4. Bilal juga pernah menambah ash
sholatu khoirun minan nawm pada adzan Subuh. Nabi tidak menganggap itu bid’ah.
5. Nabi Muhammad tidak pernah bersyair
di Masjid, namun penyair Hasan bin Tsabit melakukannya. Nabi membolehkannya.
6. Nabi Muhammad tidak pernah bermain
tombak di masjid. Namun orang-orang Habsyi melakukannya. Saat Umar ingin
menimpuk orang-orang Habsyi, Nabi melarangnya. Justru Nabi menontonnya.
7. Usman mengadakan tambahan Azan ke 2
dan ke3 pada Sholat Jum’at:
Saib bin Yazid berkata, “Adalah azan
pada hari Jumat, permulaannya adalah apabila imam duduk di atas mimbar, yakni
pada masa Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar. Pada masa Utsman dan orang-orang
(dalam satu riwayat: penduduk Madinah) sudah banyak, ia menambahkan (dalam satu
riwayat memerintahkan 1/220) azan yang ketiga[20] (dalam satu riwayat: kedua)
lalu dilakukanlah azan itu di Zaura’. (Maka, menjadi ketetapanlah hal itu
1/220). Nabi tidak mempunyai muadzin kecuali satu orang. Azan Jumat itu
dilakukan ketika imam duduk di atas mimbar.” [HR Bukhari]
Dsb.
Referensi:
http://www.ustsarwat.com/search.php?id=1174639079.
dan ini