Bid’ah Hasanah dan Dalilnya

Bid’ah hasanah adalah persoalan yang tidak pernah selesai dibicarakan. Hal ini disamping karena banyak inovasi amaliah kaum Muslimin yang tercover dalam bingkai bid’ah hasanah, juga karena adanya kelompok minoritas umat Islam yang sangat kencang menyuarakan tidak adanya bid’ah hasanah dalam Islam.

Akhirnya kontroversi bid’ah hasanah ini selalu menjadi aktual untuk dikaji dan dibicarakan. Toh walaupun sebenarnya khilafiyah tentang pembagian bid’ah menjadi dua, antara bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi’ah, tidak perlu terjadi. Karena disamping dalil-dalil Sunnah Rasulullah Saw. Yang menunjukkan adanya bid’ah hasanah cukup banyak dan sangat kuat, juga karena konsep bid’ah hasanah telah diakui sejak generasi sahabat pada masa Khulafaur Rasyidin. Namun apa boleh dikata, kelompok yang anti bid’ah hasanah tidak pernah bosan dan lelah untuk membicarakannya.

Dalam sebuah diskusi dengan tema Membedah Kontroversi Bid’ah, yang diadakan oleh MPW Fahmi Tamami Provinsi Bali, di Denpasar, pada bulan Juli 2010, saya terlibat dialog cukup tajam dengan beberapa tokoh Salafi yang hadir dalam acara tersebut. Dalam acara itu, saya menjelaskan, bahwa pembagian bid’ah menjadi dua, bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi’ah, merupakan keharusan dan keniscayaan dari pengamalan sekian banyak hadits Rasulullah Saw. yang shahih dan terdapat dalam kitab-kitab hadits yang otoritatif (mu’tabar). Karena meskipun Rasulullah Saw. bersabda: “Sebaik-baik ucapan adalah kitab Allah. Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Sejelek-jelek perkara, adalah perkara yang baru. Dan setiap bid’ah itu kesesatan.” (HR. Muslim no. 867).

Ternyata Rasulullah Saw. juga bersabda: “Barangsiapa yang memulai perbuatan baik dalam Islam, maka ia akan memperoleh pahalanya serta pahala orang-orang yang melakukannya sesudahnya tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan barangsiapa yang memulai perbuatan jelek dalam Islam, maka ia akan memperoleh dosanya dan dosa orang-orang yang melakukannya sesudahnya tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa mereka.” (HR. Muslim no. 1017).

Dalam hadits pertama, Rasulullah Saw. menegaskan, bahwa setiap bid’ah adalah sesat. Tetapi dalam hadits kedua, Rasulullah Saw. menegaskan pula, bahwa barangsiapa yang memulai perbuatan baik dalam Islam, maka ia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang yang melakukannya sesudahnya. Dengan demikian, hadits kedua jelas membatasi jangkauan makna hadits pertama “kullu bid’atin dhalalah (setiap bid’ah adalah sesat)” sebagaimana dikatakan oleh al-Imam an-Nawawi dan lain-lain. Karena dalam hadits kedua, Nabi Saw. menjelaskan dengan redaksi, maksudnya baik perbuatan yang dimulai tersebut pernah dicontohkan dan pernah ada pada masa Nabi Saw., atau belum pernah dicontohkan dan belum pernah ada pada masa Nabi Saw.

Di sisi lain, Rasulullah Saw. Seringkali melegitimasi beragam bentuk inovasi amaliah para sahabat yang belum pernah diajarkan oleh beliau. Misalnya berkaitan dengan tatacara ma’mum masbuq dalam shalat berjamaah dalam hadits shahih berikut ini: “Abdurrahman bin Abi Laila berkata: “Pada masa Rasulullah Saw., bila seseorang datang terlambat beberapa rakaat mengikuti shalat berjamaah, maka orang-orang yang lebih dulu datang akan memberi isyarat kepadanya tentang rakaat yang telah dijalani, sehingga orang itu akan mengerjakan rakaat yang tertinggal itu terlebih dahulu, kemudian masuk ke dalam shalat berjamaah bersama mereka. Pada suatu hari Mu’adz bin Jabal datang terlambat, lalu orang-orang mengisyaratkan kepadanya tentang jumlah rakaat shalat yang telah dilaksanakan, akan tetapi Mu’adz langsung masuk dalam shalat berjamaah dan tidak menghiraukan isyarat mereka, namun setelah Rasulullah Saw. selesai shalat, maka Mu’adz segera mengganti rakaat yang tertinggal itu. Ternyata setelah Rasulullah Saw. selesai shalat, mereka melaporkan perbuatan Mu’adz bin Jabal yang berbeda dengan kebiasaan mereka. Lalu beliau Saw. menjawab: “Mu’adz telah memulai cara yang baik buat shalat kalian.” Dalam riwayat Mu’adz bin Jabal, beliau Saw. bersabda; “Mu’adz telah memulai cara yang baik buat shalat kalian. Begitulah cara shalat yang harus kalian kerjakan”. (HR. al-Imam Ahmad juz 5 halaman 233), Abu Dawud, Ibn Abi Syaibah dan lain-lain. Hadits ini dinilai shahih oleh al-Hafidz Ibn Daqiq al-’Id dan al-Hafidz Ibn Hazm al-Andalusi).

Hadits ini menunjukkan bolehnya membuat perkara baru dalam ibadah, seperti shalat atau lainnya, apabila sesuai dengan tuntunan syara’. Dalam hadits ini, Nabi Saw. tidak menegur Mu’adz dan tidak pula berkata, “Mengapa kamu membuat cara baru dalam shalat sebelum bertanya kepadaku?”, bahkan beliau membenarkannya, karena perbuatan Mu’adz sesuai dengan aturan shalat berjamaah, yaitu makmum harus mengikuti imam.

Dalam hadits lain diriwayatkan: “Rifa’ah bin Rafi’ Ra. berkata: “Suatu ketika kami shalat bersama Nabi Saw. Ketika beliau bangun dari ruku’, beliau berkata: “sami’allahu liman hamidah”. Lalu seorang laki-laki di belakangnya berkata: “rabbana walakalhamdu hamdan katsiran thayyiban mubarakan fih”. Setelah selesai shalat, beliau bertanya: “Siapa yang membaca kalimat tadi?” Laki-laki itu menjawab: “Saya”. Beliau bersabda: “Aku telah melihat lebih 30 malaikat berebutan menulis pahalanya”. (HR. al-Bukhari no. 799).

Kedua sahabat di atas mengerjakan perkara baru yang belum pernah diterimanya dari Nabi Saw., yaitu menambah bacaan dzikir dalam i’tidal. Ternyata Nabi Saw. membenarkan perbuatan mereka, bahkan member kabar gembira tentang pahala yang mereka lakukan, karena perbuatan mereka sesuai dengan syara’, dimana dalam i’tidal itu tempat memuji kepada Allah. Oleh karena itu al-Imam al-Hafidz Ibn Hajar al-’Asqalani menyatakan dalam Fath al-Bari juz 2 halaman 267, bahwa hadits ini menjadi dalil bolehnya membuat dzikir baru dalam shalat, selama dzikir tersebut tidak menyalahi dzikir yang ma’tsur (datang dari Nabi Saw.), dan bolehnya mengeraskan suara dalam bacaan dzikir selama tidak mengganggu orang lain.

Seandainya hadits “kullu bid’atin dhalalah (setiap bid’ah adalah sesat)”, bersifat umum tanpa pembatasan, tentu saja Rasulullah Saw. Akan melarang setiap bentuk inovasi dalam agama ketika beliau masih hidup.

Selanjutnya pembagian bid’ah menjadi dua, bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi’ah, juga dilakukan oleh para sahabat Nabi Saw., termasuk Khulafaur Rasyidin. Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya: “Abdurrahman bin Abd al-Qari berkata: “Suatu malam di bulan Ramadhan aku pergi ke masjid bersama Umar bin al-Khaththab. Ternyata orang-orang di masjid berpencar-pencar dalam sekian kelompok. Ada yang shalat sendirian. Ada juga yang shalat menjadi imam beberapa orang. Lalu Umar Ra. berkata: “Aku berpendapat, andaikan mereka aku kumpulkan dalam satu imam, tentu akan lebih baik”. Lalu beliau mengumpulkan mereka pada Ubay bin Ka’ab. Malam berikutnya, aku ke masjid lagi bersama Umar bin al-Khaththab, dan mereka melaksanakan shalat bermakmum pada seorang imam. Menyaksikan hal itu, Umar berkata: “Sebaik-baik bid’ah adalah ini. Tetapi menunaikan shalat di akhir malam, lebih baik daripada di awal malam”. Pada waktu itu, orang-orang menunaikan tarawih di awal malam.” (HR. al-Bukhari no. 2010).

Rasulullah Saw. tidak pernah menganjurkan shalat Tarawih secara berjamaah. Beliau hanya melakukannya beberapa malam, kemudian meninggalkannya. Beliau tidak pernah pula melakukannya secara rutin setiap malam. Tidak pula mengumpulkan mereka untuk melakukannya. Demikian pula pada masa Khalifah Abu Bakar Ra. Kemudian Umar Ra. Mengumpulkan mereka untuk melakukan shalat Tarawih pada seorang imam dan menganjurkan mereka untuk melakukannya. Apa yang beliau lakukan ini tergolong bid’ah. Tetapi bid’ah hasanah, karena itu beliau mengatakan: “Sebaik-baik bid’ah adalah ini”.

Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya: “As-Sa’ib bin Yazid Ra. berkata: “Pada masa Rasulullah Saw., Abu Bakar dan Umar adzan Jum’at pertama dilakukan setelah imam duduk di atas mimbar. Kemudian pada masa Utsman Ra., dan masyarakat semakin banyak, maka beliau menambah adzan ketiga di atas Zaura’, yaitu nama tempat di Pasar Madinah.” (HR. al-Bukhari no. 916).

Pada masa Rasulullah Saw., Abu Bakar dan Umar adzan Jum’at dikumandangkan apabila imam telah duduk di atas mimbar. Pada masa Utsman, kota Madinah semakin luas, populasi penduduk semakin meningkat, sehingga mereka perlu mengetahui dekatnya waktu Jum’at sebelum imam hadir ke mimbar. Lalu Utsman menambah adzan pertama, yang dilakukan di Zaura’, tempat di Pasar Madinah, agar mereka segera berkumpul untuk menunaikan shalat Jum’at, sebelum imam hadir ke atas mimbar. Semua sahabat yang ada pada waktu itu menyetujuinya. Apa yang beliau lakukan ini termasuk bid’ah, tetapi bid’ah hasanah dan dilakukan hingga sekarang oleh kaum Muslimin. Benar pula menamainya dengan sunnah, karena Utsman termasuk Khulafaur Rasyidin yang sunnahnya harus diikuti berdasarkan hadits sebelumnya.

Selanjutnya, beragam inovasi dalam amaliah keagamaan juga dipraktekkan oleh para sahabat secara individu. Dalam kitab-kitab hadits diriwayatkan, beberapa sahabat seperti Umar bin al-Khaththab, Abdullah bin Umar, Anas bin Malik, al-Hasan bin Ali dan lain-lain menyusun doa talbiyahnya ketika menunaikan ibadah haji berbeda dengan redaksi talbiyah yang datang dari Nabi Saw. Para ulama ahli hadits seperti al-Hafidz al-Haitsami meriwayatkan dalam Majma’ az-Zawaid, bahwa Anas bin Malik dan al-Hasan al-Bashri melakukan shalat Qabliyah dan Ba’diyah shalat Idul Fitri dan Idul Adhha.

Berangkat dari sekian banyak hadits-hadits shahih di atas, serta perilaku para sahabat, para ulama akhirnya berkesimpulan bahwa bid’ah terbagi menjadi dua, bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi’ah. Al-Imam asy-Syafi’i, seorang mujtahid pendiri madzhab asy-Syafi’i berkata: “Bid’ah (muhdatsat) ada dua macam; pertama, sesuatu yang baru yang menyalahi al-Qur’an atau Sunnah atau Ijma’, dan itu disebut bid’ah dhalalah (tersesat). Kedua,sesuatu yang baru dalam kebaikan yang tidak menyalahi al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’ dan itu disebut bid’ah yang tidak tercela”. (Al-Baihaqi, Manaqib as-Syafi’i juz 1 halaman 469).

Pernyataan al-Imam asy-Syafi’i ini juga disetujui oleh Syaikh Ibn Taimiyah al-Harrani dalam kitabnya, Majmu’ Fatawa Syaikh al-Islam Ibn Taimiyah juz 20 halaman 163.

Setelah saya memaparkan penjelasan di atas, Ustadz Husni Abadi, pembicara yang mewakili kaum Salafi pada waktu itu, tidak mampu membantah dalil-dalil yang saya ajukan. Anehnya ia justru mengajukan dalil-dalil lain yang menurut asumsinya menunjukkan tidak adanya bid’ah hasanah.

Seharusnya dalam sebuah perdebatan, pihak penentang (mu’taridh) melakukan bantahan terhadap dalil-dalil yang diajukan oleh pihak lawan, sebagaimana diterangkan dalam ilmu Ushul Fiqih. Apabila pihak penentang tidak mampu mematahkan dalil-dalil pihak lawan, maka argumentasi pihak tersebut harus diakui benar dan shahih.

Ustadz Husni Abadi berkata: “Ustadz, dalam soal ibadah kita tidak boleh membuat-buat sendiri. Kita terikat dengan kaidah al-ashlu fi al-‘ibadah al-buthlan hatta yadulla ad-dalil ‘ala al-’amal, (hukum asal dalam sebuah ibadah adalah batal, sebelum ada dalil yang menunjukkan kebenaran mengamalkannya)”.

Mendengar pernyataan Ustadz Husni, saya menjawab: “Kaidah yang Anda sebutkan tidak dikenal dalam ilmu fiqih. Dan seandainya kaidah yang Anda sebutkan ada dalam ilmu fiqih, maka kaidah tersebut tidak menolak adanya bid’ah hasanah. Karena Anda tadi mengatakan, bahwa dalam soal ibadah tidak boleh membuat-buat sendiri. Maksud Anda tidak boleh membuat bid’ah hasanah. Lalu Anda berargumen dengan kaidah, hukum asal dalam sebuah ibadah adalah batal, sebelum ada dalil yang menunjukkan kebenaran mengamalkannya. Tadi sudah kami buktikan, bahwa bid’ah hasanah banyak sekali dalilnya. Berarti, kaidah Anda membenarkan mengamalkan bid’ah hasanah, karena dalilnya jelas.”

HA berkata: “Ustadz, dalam surat al-Maidah ayat 3 disebutkan: “Pada hari ini aku sempurnakan bagimu agamamu dan aku sempurnakan bagimu nikmatKu.” Ayat di atas menegaskan bahwa Islam telah sempurna. Dengan demikian, orang yang melakukan bid’ah hasanah berarti berasumsi bahwa Islam belum sempurna, sehingga masih perlu disempurnakan dengan bid’ah hasanah.”

Saya menjawab: “Ayat 3 dalam surat al-Maidah yang Anda sebutkan tidak berkaitan dengan bid’ah hasanah. Karena yang dimaksud dengan penyempurnaan agama dalam ayat tersebut, seperti dikatakan oleh para ulama tafsir, adalah bahwa Allah subhanahu wata’ala telah menyempurnakan kaidah-kaidah agama. Seandainya yang dimaksud dengan ayat tersebut, tidak boleh melakukan bid’ah hasanah, tentu saja para sahabat sepeninggal Rasulullah Saw. tidak akan melakukan bid’ah hasanah. Sayidina Abu Bakar menghimpun al-Qur’an, Sayyidina Umar menginstruksikan shalat Tarawih secara berjamaah, dan Sayyidina Utsman menambah adzan Jum’at menjadi dua kali, serta beragam bid’ah hasanah lainnya yang diterangkan dalam kitab-kitab hadits. Dalam hal ini tak seorang pun dari kalangan sahabat yang menolak hal-hal baru tersebut dengan alasan ayat 3 surat al-Maidah tadi. Jadi, ayat yang Anda sebutkan tidak ada kaitannya dengan bid’ah hasanah. Justru bid’ah hasanah masuk dalam kesempurnaan agama, karena dalil-dalilnya terdapat dalam sekian banyak hadits Rasul Saw. dan perilaku para sahabat.”

HA berkata: “Ustadz, hadits Jarir bin Abdullah al-Bajali, tidak tepat dijadikan dalil bid’ah hasanah. Karena hadits tersebut jelas membicarakan sunnah Rasul Saw. Bukankah redaksinya berbunyi, man sanna fi al-Islaam sunnatan hasanatan. Disamping itu, hadits tersebut mempunyai latar belakang, yaitu anjuran sedekah. Dan sudah maklum bahwa sedekah memang ada tuntunannya dalam al-Qur’an dan Sunnah. Jadi hadits yang Ustadz jadikan dalil bid’ah hasanah tidak proporsional.”

Saya menjawab: “Untuk memahami hadits Jarir bin Abdullah al-Bajali tersebut kita harus berpikir jernih dan teliti. Pertama, kita harus tahu bahwa yang dimaksud dengan sunnah dalam teks hadits tersebut adalah sunnah secara lughawi (bahasa). Secara bahasa, sunnah diartikan dengan ath-thariqah mardhiyyatan kanat au ghaira mardhiyyah (perilaku dan perbuatan, baik perbuatan yang diridhai ataupun tidak). Sunnah dalam teks hadits tersebut tidak bisa dimaksudkan dengan Sunnah dalam istilah ilmu hadits, yaitu maa jaa-a ‘aninnabiy shallallahu alaihi wa sallam min qaulin au fi’lin au taqrir (segala sesuatu yang datang dari Nabi Saw., baik berupa ucapan, perbuatan maupun pengakuan). Sunnah dengan definisi terminologis ahli hadits seperti ini, berkembang setelah abad kedua Hijriah. Seandainya, Sunnah dalam teks hadits Jarir bin Abdullah al-Bajali tersebut dimaksudkan dengan Sunnah Rasul Saw. dalam terminologi ahli hadits, maka pengertian hadits tersebut akan menjadi kabur dan rancu. Coba kita amati, dalam teks hadits tersebut ada dua kalimat yang belawanan, pertama kalimat man sanna sunnatan hasanatan. Dan kedua, kalimat berikutnya yang berbunyi man sanna sunnatan sayyi’atan. Nah, kalau kosa kata Sunnah dalam teks hadits tersebut kita maksudkan pada Sunnah Rasul Saw. Dalam terminologi ahli hadits tadi, maka akan melahirkan sebuah pengertian bahwa Sunnah Rasul Saw. itu ada yang hasanah (baik) dan ada yang sayyi’ah (jelek). Tentu saja ini pengertian sangat keliru. Oleh karena itu, para ulama seperti al-Imam an-Nawawi menegaskan, bahwa hadits man sanna fi al-islam sunnatan hasanatan, membatasi jangkauan makna hadits kullu bid’atin dhalalah, karena makna haditsnya sangat jelas, tidak perlu disangsikan. Selanjutnya, alasan Anda bahwa konteks yang menjadi latar belakang (asbab al-wurud) hadits tersebut berkaitan dengan anjuran sedekah, maka alasan ini sangat lemah sekali. Bukankah dalam ilmu Ushul Fiqih telah kita kenal kaidah al-’ibrah bi ’umum al-lafdzi la bi khusush as-sabab, (peninjauan dalam makna suatu teks itu tergantung pada keumuman kalimat, bukan melihat pada konteksnya yang khusus).”

HA berkata: “Ustadz, menurut al-Imam Ibn Rajab, bid’ah hasanah itu tidak ada. Yang namanya bid’ah itu pasti sesat.”

Saya menjawab: “Maaf, Anda salah dalam mengutip pendapat al-Imam Ibn Rajab al-Hanbali. Justru al-Imam Ibn Rajab itu mengakui bid’ah hasanah. Hanya saja beliau tidak mau menamakan bid’ah hasanah dengan bid’ah, tetapi beliau namakan Sunnah. Jadi hanya perbedaan istilah saja. Sebagai bukti, bahwa Ibn Rajab menerima bid’ah hasanah, dalam kitabnya, Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam fi Syarth Khamsin Haditsan min Jamawi’ al-Kalim, beliau mengutip pernyataan al-Imam asy-Syafi’i yang membagi bid’ah menjadi dua. Dan seandainya al-Imam Ibn Rajab memang berpendapat seperti yang Anda katakan, kita tidak akan mengikuti beliau, tetapi kami akan mengikuti Rasulullah Saw. dan para sahabat yang mengakui adanya bid’ah hasanah.”

HA berkata: “Ustadz, dalil-dalil yang Anda ajukan dari Khulafaur Rasyidin, seperti dari Khalifah Umar, Utsman dan Ali, itu tidak bisa dijadikan dalil bid’ah hasanah. Karena mereka termasuk Khulafaur Rasyidin. Dan Rasulullah Saw. telah memerintahkan kita mengikuti Khulafaur Rasyidin, dalam hadits ‘alaikum bisunnati wa sunnatil khulafair rasyidin al-mahdiyyin (ikutilah sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang memperoleh petunjuk). Dengan demikian, apa yang mereka lakukan sebenarnya termasuk Sunnah berdasarkan hadits ini.”

Saya menjawab: “Ustadz Husni yang saya hormati, menurut hemat kami sebenarnya yang tidak mengikuti Khulafaur Rasyidin itu orang yang menolak bid’ah hasanah seperti Anda. Karena Khulafaur Rasyidin sendiri melakukan bid’ah hasanah. Rasulullah Saw. memerintahkan kita mengikuti Khufaur Rasyidin. Sementara Khulafaur Rasyidin melakukan bid’ah hasanah. Berarti Rasulullah Saw. memerintahkan kita melakukan bid’ah hasanah. Dengan demikian kami yang berpendapat dengan adanya bid’ah hasanah itu sebenarnya mengikuti Rasulullah Saw. dan Khulafaur Rasyidin. Oleh karena itu, mari kita ikuti Rasulullah Saw. dan Khulafaur Rasyidin dengan melakukan bid’ah hasanah sebanyak-banyaknya.”

HA berkata: “Ustadz Idrus, kalau Anda mengatakan bahwa hadits kullu bid’atin dhalalah maknanya terbatas dengan artian bahwa sebagian bid’ah itu sesat, bukan semua bid’ah, lalu apakah Anda akan mengartikan teks berikutnya, yang berbunyi wa kullu dhalalatin finnar, dengan pengertian yang sama, bahwa sebagian kesesatan itu masuk neraka, bukan semuanya. Apakah Ustadz berani mengartikan demikian?”

Saya menjawab: “Ustadz Husni yang saya hormati, dalam mengartikan atau membatasi jangkauan makna suatu ayat atau hadits, kita tidak boleh mengikuti hawa nafsu. Akan tetapi kita harus mengikuti al-Qur’an dan Sunnah pula. Para ulama mengartikan teks hadits kullu bid’atin dhalalah dengan arti sebagian besar bid’ah itu sesat, karena ada sekian banyak hadits yang menuntut demikian. Sedangkan berkaitan teks berikutnya, wa kullu dhalalatin finnar (setiap kesesatan itu di neraka), di sini kami tegaskan, bahwa selama kami tidak menemukan dalil-dalil yang membatasi jangkauan maknanya, maka kami akan tetap berpegang pada keumumannya. Jadi makna seluruh atau sebagian dalam sebuah teks itu tergantung dalil. Yang namanya dalil, ya al-Qur’an dan Sunnah. Jadi membatasi jangkauan makna dalil, dengan dalil pula, bukan dengan hawa nafsu.”

Demikianlah dialog saya dengan Ustadz Husni Abadi, di Denpasar pada akhir Juli 2010 yang lalu.

Di Islamic Center Jakarta Utara
Ada kisah menarik berkaitan dengan bid’ah hasanah yang perlu diceritakan di sini. Kisah ini pengalaman pribadi Ali Rahmat, laki-laki gemuk yang sekarang tinggal di Jakarta Pusat. Beliau pernah kuliah di Syria setelah tamat dari Pondok Pesantren Assunniyah Kencong, Jember. Ali Rahmat bercerita:

“Pada pertengahan 2009, kaum Wahhabi mengadakan pengajian di Islamic Center Jakarta Utara. Tampil sebagai pembicara, Yazid Jawas dan Abdul Hakim Abdat, dua tokoh Wahhabi di Indonesia. Pada waktu itu, saya sengaja hadir bersama beberapa teman alumni Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan, antara lain Ustadz Abdussalam, Ustadz Abdul Hamid Umar dan Ustadz Mishbahul Munir. Ternyata, sejak awal acara, dua tokoh Wahhabi itu sangat agresif menyampaikan ajarannya tentang bid’ah. Setelah saya amati, Ustadz Yazid Jawas banyak berbicara tentang bid’ah. Menurut Yazid Jawas, bid’ah hasanah itu tidak ada. Semua bid’ah pasti sesat dan masuk neraka. Menurut Yazid Jawas, apapun yang tidak pernah ada pada masa Rasulullah Saw., harus ditinggalkan, karena termasuk bid’ah dan akan masuk neraka.

Di tengah-tengah presentasi tersebut saya bertanya kepada Yazid Jawas: “Anda sangat ekstrem dalam membicarakan bid’ah. Menurut Anda, apa saja yang belum pernah ada pada masa Rasulullah Saw. itu pasti bid’ah dan akan masuk neraka. Sekarang saya bertanya, Sayidina Umar bin al-Khaththab memulai tradisi shalat Tarawih 20 raka’at dengan berjamaah, Sayidina Utsman menambah adzan Jum’at menjadi dua kali, sahabat-sahabat yang lain juga banyak yang membuat susunan-susunan dzikir yang tidak diajarkan oleh Rasulullah Saw. Sekarang saya bertanya, beranikah Anda mengatakan bahwa Sayidina Umar, Sayidina Utsman dan sahabat lainnya termasuk ahli bid’ah dan akan masuk neraka?” Mendengar pertanyaan saya, Yazid Jawas hanya terdiam seribu bahasa, tidak bisa memberikan jawaban.

Setelah acara dialog selesai, saya menghampiri Yazid Jawas, dan saya katakana kepadanya: “Bagaimana kalau Anda kami ajak dialog dan debat secara terbuka dengan ulama kami. Apakah Anda siap?”

“Saya tidak siap.” Demikian jawab Yazid Jawas seperti diceritakan oleh Ali Rahmat kepada saya.

Kisah serupa terjadi juga di Jember pada akhir Desember 2009. Dalam daurah tentang Syi’ah yang diadakan oleh Perhimpunan Al-Irsyad di Jember, ada beberapa mahasiswa STAIN Jember yang mengikutinya. Ternyata dalam daurah tersebut, tidak hanya membicarakan Syi’ah. Tetapi juga membicarakan tentang bid’ah dan ujung-ujungnya membid’ah-bid’ahkan amaliah kaum Muslimin di Tanah Air yang telah mengakar sejak beberapa abad yang silam.

Diantara pematerinya ada yang bernama Abu Hamzah Agus Hasan Bashori, tokoh Salafi dari Malang. Dalam kesempatan tersebut, Agus menyampaikan bahwa bid’ah itu sesat semua. Yang namanya bid’ah hasanah itu tidak ada. Apa saja yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah Saw., harus kita tinggalkan, karena itu termasuk bid’ah dan akan masuk neraka. Demikian konsep yang dipaparkan oleh Agus.

Dalam sesi tanya jawab, salah seorang mahasiswa dari Jember tadi ada yang bertanya: “Kalau konsep bid’ah seperti yang Anda paparkan barusan, bahwa semua bid’ah itu sesat, tidak ada bid’ah hasanah, dan bahwa apa saja yang tidak ada pada masa Rasulullah Saw. harus kami tinggalkan, karena termasuk bid’ah. Sekarang bagaimana Anda menanggapi doa-doa yang disusun oleh para sahabat yang belum pernah diajarkan oleh Rasulullah Saw.? Bagaimana dengan doa al-Imam Ahmad bin Hanbal dalam sujud ketika shalat selama 40 tahun yang berbunyi: “Ya Allah ampunilah aku, kedua orang tuaku dan Muhammad bin Idris asy-Syafi’i.” (Al-Hafidz al-Baihaqi, Manaqib al-Imam asy-Syafi’i juz 2 halaman 254). Doa seperti itu sudah pasti tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw., para sahabat dan tabi’in. Tetapi al-Imam Ahmad bin Hanbal melakukannya selama empat puluh tahun. Demikian pula Syaikh Ibn Taimiyah, setiap habis shalat shubuh, melakukan dzikir bersama, lalu membaca surat al-Fatihah berulang-ulang hingga Matahari naik ke atas, sambil mengangkat kepalanya menghadap langit. Nah, sekarang saya bertanya, menurut Anda, apakah para sahabat, al-Imam Ahmad bin Hanbal dan Syaikh Ibn Taimiyah termasuk ahli bid’ah, berdasarkan konsep bid’ah yang Anda paparkan tadi? Karena jelas sekali, mereka melakukan sesuatu yang belum pernah ada pada masa Rasulullah Saw.”

Mendengar pertanyaan tersebut Agus ternyata tidak mampu menjawab dan malah bercerita tentang bid’ah hasanah Ibn Taimiyyah secara pribadi. Kisah ini diceritakan oleh beberapa teman saya, antara lain Is dan AD yang mengikuti acara daurah tersebut.

Demikianlah, konsep anti bid’ah hasanah ala Wahhabi sangat lemah dan rapuh. Tidak mampu dipertahankan di arena diskusi ilmiah. Konsep anti bid’ah hasanah ala Wahhabi akan menemukan jalan buntu ketika dihadapkan dengan fakta bahwa Rasulullah Saw. melegitimasi amaliah-amaliah baru yang dilakukan oleh para sahabat. Konsep tersebut akan runtuh pula ketika dibenturkan dengan fakta bahwa para sahabat sepeninggal Rasulullah Saw. banyak melakukan inovasi kebaikan dalam agama sebagaimana diriwayatkan dalam kitab-kitab hadits yang otoritatif (mu’tabar) sumber

Bagaimana cara Mudah menghilangkan tulisan berlangganan : entri (atom)

Bismilahirrohmanirrohim...

kali ini saya akan memberikan sedikit tips atau cara menghilangkan tulisan berlangganan: entri (atom) yang terletak di bawah postingan blog, letak yang lebih tepatnya yaitu di bawah kolom komentar dan di atas tulisan "diberdayakan oleh blogger". Memang sebagian orang tidak suka dengan adanya tulisan "Berlangganan : entri (atom)" dengan alasan itu ini, ada yang beralasan mengganggu pemandangankah ada juga yang beralasan memperhemat tempat dan lain-lain.

oke langsung saja ke intinya, yaitu inti dari pembahasan lima langkah cara menghilangkan tulisan "berlangganan : entri (atom) pada blogger. diantara lima cara itu adalah sebagai berikut:
1. Pertama login dan Setelah Login buka menu Tata Letak kemudian pilih Edit HTML.
2. Cari kode yang berwarna merah dibawah ini di Template blog anda.
.feed-links
 Biasanya kode tersebut terletak di atas kode  ]]></b:skin>
3. Jika anda sudah menemukan kode  ]]></b:skin>, tambahkan kode display:none; di dalam kurung kode tersebut.
4. Namun Jika anda tidak menemukan kode .feed-links juga pada template anda, jangan berputus asa, tenang masih ada harapan untuk bisa, masih banyak cara lain yang mudah dan simple, yaitu  bisa dengan langkah mengkopas (copy + paste)  kode dibawah ini lalu anda letakkan di atas kode ]]></b:skin>.
Inilah kodenya yang harus anda letakan pada kode di atas : .feed-links{display:none;}
5. Klik tombol Simpan Template.

Bagaimana Cara Menghilangkan Tulisan Diberdayakan Oleh Blogger Pada Blogspot

Bismilahirrohmanirrohim


Baiklah sahabat Blogger semuanya, pada kali ini saya ingin berbagi sedikit ilmu tentang Seputar Bloging, Memang sebagian orang "sahabat blogger" tidak suka dengan adanya tulisan diberdayakan oleh blogger pada template blogspot karena alasan-alasan tertentu, mungkin trick atau cara menghilangkannya sudah tidak sulit lagi, dan bahkan mungkin bagi yang sdah terbiasa ngeblog masalah ini sangat mudah sekali.. tapi mungkin juga bagi sahabat blogger pemula akan merasa kesulitan dan tidak tahu cara menghilangkannya, oleh karena itu saat ini juga saya akan memberikan tips atau cara Bagaimana menghilangkan Tulisan Diberdayakan oleh Blogger tersebut. yuu mari simak langkah-langkahnya dibawah ini:

1. Seperti biasa Sahabat masuk Dulu ke akun atau Blog yang sahabat ingin rubah
2. Trus ke Template -> Klik Edit HTML
3. Setelah itu centang "Expand Template Widget"
4. Cari kode ]]></b:skin, atau tekan Ctrl+f untuk memudahkan pencarian
5. Copy kode dibawah ini dan letakkan tepat diatas kode ]]></b:skin :

#Attribution1 {
height:0px;
visibility:hidden;
display:none
}

6. klik Simpan Template
7. Dan lihatlah hasilnya

Gampangkan,,, selamat Ngeblog dan Selamat Berkarya

Bagaimana Cara Membuat scroll label pada blogspot dengan mudah dan simpel...?

Bismilahirrohmanirrohim

Pada kesempatan hari ini saya akan membahas tentang sedikit ilmu bloging, spesifiknya tentang pembahasan cara pembuatan scroll label pada blogspot.  mungkin bagi anda para ahli blogger, para master pembahasan ini adalah pembahasan yang cemen bahkan mungkin tidak ada artinya. baiklah jika anda sudah mahir dalam hal ini lebih baiknya anda memberikan masukan dan tips yang lebih menarik pada kolom komentar di bawah nanti. 

Pembahasan ini saya khususkan bagi anda yang masih belajar blogging, yaitu bagi para pemula yang ergelut dalam dunia blogger. langsung aja ke pembahasan intinya yaitu pembahasan atau jawaban dari pertanyaan diatas, "Bagaimana cara membuat scroll label pada blogspot dengan mudah dan simpel,?" kenapa saya katakan dengan mudah dan simpel,,? karena memang mudah dan simpel sekali.

jika yang anda maksud scroll label seperti ini. 

Untuk membuat scroll label seperti di atas, anda memerlukan beberapa langkah saja, tidak banyak kok, nyantai aja, satu menit juga beres, nyantai aja dulu, kalo perlu minum kopi hitam dulu biar otaknya fresh. baiklah disini saya tidak akan muluk-muluk langsung aja ke intinya.

Inilah langkah-langkah untuk membuat scroll label pada blogspot:

  • Biasa anda masuk dulu ke Blog anda
  • langkah kedua pilih template dan klik Edit HTML 
  • Kemudian cari kode ]]></b:skin> , untuk mempermudah pencarian kode tersebut, anda bisa menekan (CTRL + F) pada keyboard kumputer anda secara bersamaan kemudian tulis kode ]]></b:skin> pada kotak pencarian itu.
  • Setelah kode diatas  ketemu, maka tambahkanlah kode di bawah ini di atas kode ]]></b:skin>
Inilah kode yang harus anda taruh di atas kode ]]></b:skin> itu.
#Label1 .widget-content{
 height:250px;
 width:auto;
 overflow:auto;
    }
  • Terakhir anda jangan lupa untuk menyimpan templatenya dengan cara mengklik simpan template . 
Catatan : Untuk yang bertulisan warna hijau diatas height:250px;, Bisa anda rubah ukurannya sesuai dengan keinginan anda. Terimakasih telah mengunjungi blog ini

Bagaimana Cara membuat scroll pada arsip blog dengan mudah dan simpel...?


Bismilahirrohmanirrohim

Pada kali ini saya akan memnulis sedikit jawaban dari pertanyaan anda, yaitu "Bagaimana Cara Membuat scroll pada arsip blog..?" Sebelum saya menjawabnya, saya ingin bertanya dulu kepada anda. Apakah yang dimaksud oleh anda itu adalah scroll arsip seperti ini.



Jika Yang dimaksud oleh anda adalah seperti gambar diatas, maka langkah-langkahnya sangat mudah sekali.  caranya sangat simpel sekali. langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
  • Biasa anda masuk dulu ke Blog anda
  • langkah kedua pilih template dan klik Edit HTML 
  • Kemudian cari kode ]]></b:skin> , untuk mempermudah pencarian kode tersebut, anda bisa menekan (CTRL + F) pada keyboard kumputer anda secara bersamaan kemudian tulis kode ]]></b:skin> pada kotak pencarian itu.
  • Setelah kode diatas  ketemu, maka tambahkanlah kode di bawah ini di atas kode ]]></b:skin>
Inilah kode yang harus anda taruh di atas kode ]]></b:skin> itu.
#BlogArchive1 .widget-content{
height:200px;
width:auto;
overflow:auto;
}

  • Dan terakhir anda jangan lupa untuk menyimpannya, Semoga dapat membantu dan bermanfaat buat semuanya.  

Bagaimana Cara Menampilkan judul Postingan saja pada halaman utama Blogspot..?

Bismilahirrohmanirohimi.

Caranya Gampang sekali, karena Hanya membutuhkan beberapa langkah saja, yaitu dengan langkah-langkah berikut ini:
  • Setelah Anda login, Plih Template 
  • Lalu pilih Edit HTML
  • Untuk langkah selanjutnya, cari kode <head>. Setelah benar-benar kode <head> ini ketemu, maka
  • Langkah selanjutnya anda hanya meletakan kode dibawah ini, di atas kode <head> tersebut
Inilah kode yang harus anda simpan diatas kode <head> tersebut:
<style type='text/css'>
<b:if cond='data:blog.url == data:blog.homepageUrl'>
.post {
margin:.5em 0 1.5em;
border-bottom:0px dotted $bordercolor;
padding-bottom:1.0em;
height:50px;
}
.post h3 {
margin:.25em 0 0;
padding:0 0 4px;
font-size:20px;
font-family:Tahoma,Georgia,Century gothic,Arial,sans-serif;
font-weight:normal;
line-height:1.4em;
color:#33AAFF;
}
.post h3 a, .post h3 a:visited, .post h3 strong {
display:block;
text-decoration:none;
color:#33AAFF;
font-weight:normal;
}
.post h3 strong, .post h3 a:hover {color: #333333;}
.post-body {display:none;}
.post-footer {display:none;}
.comment-link {display:none;}
.post img {display:none;}
.post blockquote {display:none;}
.post blockquote p {display:none;}
h2.date-header {display:none;}
.post-labels {display:none;}
.post-rating {display:none;}
</b:if>
</style> 
Dan terakhir Jangan lupa untuk menyimpannya, Caranya yaitu dengan mengklik Simpan Template. Semoga Bermanfaat .

Bagaimana Cara Mudah Membuat Daftar Isi Blog pada Blogspot Secara otomatis..?

Bismilairrohmanirrohim

Agar tampilan blog lebih simpel dan kelihatannya lebih profesiaonal, lebih menarik,  lebih mempermudah para pengunjung untuk menemukan apa yang sedang dicarinya. Agar pengunjung lebih betah berada pada blog anda, maka solusinya adalah diantaranya harus  menyediakan daftar isi pada blog tersebut. Bagaimana caranya..? gampang sekali. hanya dengan beberapa langkah saja anda akan merasakan hasilnya. baiklah langsung saja ke intinya.

Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
  • Login dulu ke blog anda
  • Langkah kedua, Pilih Laman, Seperti yang Terletak Pada Gambar Di atas
  • Langkah ketiga pilih Laman Baru
  • Pilih Laman Kosong
  • Dan masukan kode HTML dibawah ini, Pada bagian HTML bukan pada bagian COMPOSE.. 
Inilah Kodenya HTML nya :
<script src="http://ariflawblog.googlecode.com/files/daftar%20isi%20blog.js.js">
</script><script src="http://sijagokeok.blogspot.com/feeds/posts/default?max-results=9999&amp;alt=json-in-script&amp;callback=loadtoc">
</script> 
Yang berwarna hijau adalah alamat blog yang bersangkutan, maka rubahlah dengan alamat blog anda.
  • Langkah selanjutnya jangal lupa untuk memberi judul LAMANnya..
  • Dan jangan lupa klik Publokasikan.   kemudian Lihat hasilnya,, beres kan???,

Terapi Sang Nabi Saw Dalam Mengobati Penyakit Asmara (Rindu)

Berikut ini merupakan tips mengobati penyakit asmara, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasullullah Saw., yang dikutip dari dalam kitab Ath-Thibb An-Nabawiy, karya Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah

Cinta yang mendalam melahirkan kerinduan pada diri seseorang. Rindu adalah salah satu penyakit hati, sebuah “rasa” sakit yang sangat berbeda dengan penyakit-penyakit lainnya, baik cara pengobatannya maupun penyebabnya. Paramedis tidak akan sanggup mengobati penyakit asmara ini, karena asmara adalah penyakit dari dimensi lain dan hanya hinggap di hati insan-insan yang diharu biru oleh asmara. Allah Azza wa Jalla menandaskan dua tipen manusia dalam hal penyakit asmara (cinta) ini yaitu, pegiat asmara dari kalangan komunitas perempuan dan pecinta dari para pemuda tampan. 

Gejolak rindu akan terobati bila sang perindu bertemu dengan kekasih hatinya. Seorang perindu sejati akan rela berkorban apa saja demi sang pujaan hati. Banyak wacana tafsir dan interpretasi dari para cerdik cendikia perihal kerinduan ini, dimana satu sama lain saling mengklaim kebenaran tafsirnya. Dalam hal ini kami Ibnu-Qayyim al-Jauziyah- berkeyakinan bahwa merupakan Sunnatullah yang disematkan kepada setiap mahluk-Nya yaitu rasa saling tertarik dan hasrat ingin memiliki sesuatu yang dicintainya, berikut rasa ingin membangun kebersamaan dan keserasian antar sesama insan dan mahluk lainnya. 

Pertalian itu biasanya didasari oleh semangat kesamaan, kecocokan dan kesetaraan, baik yang berdimensi jenis (unsur), habitat maupun stereotip kehidupan. Misalnya pria yang normal tentu akan tertarik dengan dengan wanita yang cantik, begitu juga yang terjadi dengan habitat hewan. Sebaliknya, rasa tidak tertarik dipicu oleh tidak adanya kesamaan, kecocokan, dan tidak adanya keserasian. 

Itulah sebab utama dari pupusnya nilai-nilai cinta pada diri setiap mahluk-Nya. Bila kita mau menafakuru kejadian alam, maka putaran sinar galaksi pada tata surya ini terjadi sejalan dengan unsur keseimbangan antara poros atas dan poros bawah, satu sama lain tidak bertabrakan karena unsur tersebut. Demikian pula jika kita mencermati fenomena alam, maka kita akan melihat air mengalir ke dataran yang lebih rendah, api menjalar ke angkasa, dan manusia memiliki rasa cinta kepada sesuatu yang disukainya. Semua itu mengalir sejalan dengan Sunnatullah (putaran kehidupan). 

Ada banyak ragam asmara (wacana cinta) dalam kehidupan manusia, namun cinta yang paling utama dan termulia adalah cinta hanya kepada , demi dan untuk Allah Swt. Yaitu mencintai segenap apa yang dicintai oleh Allah Swt, dan senantiasa menumbuhkan dan meningkatkan rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya dalam hati dengan ikhlas dan sepenuh jiwa. Di antara wacana cinta, ada cinta yang berdasarkan kesamaan pandangan hidup, ideologi, dan jalan kehidupan. Kesamaan agama, mahzab, visi dan misi, kedekatan dan kekerabatan, kepentingan bisnis, ketertarikan akan kecantikan dan ketampanan. 

Demikian pula ada cinta yang berdasarkankesamaan visi dan misi untuk menggapai kepentingan pragmatis, baik berdimensi jabatan, keuntungan materi, posisi, kebutuhan akan pengetahuan dan pengalaman, serta obsesi yang hendak dicapai. 

Wacana cinta (ragam asmara) seperti tersebut diatas disebut cinta pragmatis, sebab lahirnya cinta hanya karena kepentingan dan gapaian tertentu. Cinta seperti itu akan pudar sejalan dengan terpenuhinya kepentingan pragmatis sang pecinta. Adapula cinta yang tidak berdasarkan kepentingan pragmatisme, namun lahir dari hasrat yang kuat untuk mencintai, yaitu sebuah jalinan cinta yang suci dan bersih dari “noda” pamrih, dan sebuah cinta yang fitri antara sang pecinta dan kekasihnya. Gelora cinta seperti itulah yang lahir dari ruh-ruh suci, sehingga cinta abadi tidak akan pudar oleh mega godaan dan rintangan yang menghalanginya. Pada diri sang pecinta (perindu) seperti itu maka tidak ada sedikitpun ruang dalam syakilah hatinya kecuali sang pujaan hati, sehingga sang pegiat asmara diharu-biru cintanya dan tidak jarang didera oleh cintanya yang tak bertepi. 

Jika cinta lahir dari jalinan dua hati dan ruh, lantas bagaimana dengan cinta yang timbul dari satu arah? Sedangkan realita membuktikan bahwa banyak Ritus" cinta yang lahir justru hanya dari satu pihak, dan cinta yang lahir dari dua arah justru banyak berpijak pada nafsu dan keinginan yang pragmatis, menyikapi realita tersebut maka yang harus diingat adalah bahwa nuansa percintaan itu tidak akan lepas dari tiga hal : 

  1. Alasan bercinta. Kebanyakan orang sering terjebak pada gelora cinta yang semu dan sama sekali tidak memahami hakikat cinta itu sendiri. Hal yang paling esensial dalam bercinta adalah memahami “kesejatiannya” bukan tampilan lahirnya, ketulusan, kejujuran dan kesucian- dalam bercinta lebih utama ketimbang kepura-puraan, kehipikritan, dan tampilan-tampilan yang menipu.
  2. kendala yang merintangi percintaan. Hal itu baik yang terkait dengan etika dan estetika serta perilaku sang pecinta. Rendahnya moralitas dan keburukan laku si pecinta akan membuat sang kekasih luntur cintanya, atau bahkan memutuskan cintanya. 
  3. kendala (aib) yang lahir dari dari sang kekasih itu sendiri. Dengan kekurangan (aiban) itu, maka akhirnya sang pecinta menjadi tidak simpatik dan cintanya akan luntur. 
Seorang pecinta sejati akan menerima dengan penuh ketulusan atas segala kekurangan kekasihnya, bersedia mengorbankan segalanya demi sang kekasih, dan tanpa ada pamrih yang terselubung. Pengorbanan dan pengabdiannya penuh dengan ketulusan dan dilakukan oleh kedua belah pihak yang salng mencintai. Itulah sejatinya yang disebut dengan cinta yang hakiki. 

Akan tetapi, semudah itukah mewujudkan cinta yang sejati? Sejarah memaparkan bahwa jika tidak ada rasa angkuh atau sombong, serta nafsu untuk berkuasa dan dimuliakan yang bergolak di dada para kafir, niscaya Rasulullah Saw akan menjadi insan yang paling mereka cintai melebihi cinta mereka terhadap diri, keluarga, dan hartanya. Selama rasa angkuh dan sombong serta nafsu ingin berkuasa dan dihormati masih bersemayam di dada umat Muhammad Saw, niscaya mereka masih lebih mencintai diri mereka sendiri ketimbang mencintai Rasul-Nya. 

Para ahli hikmah menandaskan bahwa gelora asmara adalah penyakit, seperti hal-hal penyakit lainnya yang menggerogoti hati manusia, sehingga asmara bisa diobati. Ada banyak terapi (petunjuk) pengobatan guna mengatasi penyakit asmara ini. Jika sang pecinta itu orang yang tekun mentradisikan nilai-nilai ajaran agama, maka ada terapi syari’at yang diajarkan oleh Rasulullah Saw untuk menyudahi “geliat” asmara, keliaran rindu, dan cintanya. Seperti yang ditandaskan dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim dari hadist Anas Ibnu Mas’ud Ra bahwa Rasulullah Saw bersabda: 

“Wahai para muda, jika ada di antara kalian yang sudah mampu (berpenghasilan) hendaknya kalian bersegera menikah. Barang siapa yang belum mampu hendaknya ia mentradisikan puasa, sebab puasa adalah perisai diri.” 

Dalam hadist ini Rasulullah Saw menerangkan dua terapi pencegahan dalam mengatasi penyakit asmara (cinta), yaitu pertama bersifat primer dan kedua bersifat sekunder. Puasa merupakan pencegahan primer bagi keliaran nafsu yang belum tersalurkan. Selama seorang belum mampu menikah, maka puasa adalaha solusi terbaik baginya. Rasulullah Saw senantiasa menyemangati umatnya untuk segera menikah, karena nikah adalah solusi paling urgen untuk “menstabilkan” (mengobati) penyakit asmara dan cinta. Seperti yang ditegaskan dalam hadist riwayat Ibnu Majah dalam kitab sunan-nya dari Ibnu Abbas Ra bahwa Rasulullah Saw bersabda: 

“kami belum melihat indahnya, selain dua kekasih saling beradu kasih, kecuali dalam mahligai pernikahan.” 

Makna yang tersirat dari hadist ini adalah merupakan sugesti bagi para muda, bahwa apapun “riak cinta” yang tidak dilembagakan dalam pernikahan adalah semu dan menipu, serta berujung pada kesengsaraan dan kenistaan. Selain itu, Rasul menganjurkan kepada para muda untuk menjunjung tinggi harkat cinta dengan melemagakannya dalam pernikahan yang suci. Hal itu tidak lain adalah kemaslahatan para muda itu sendiri. 

Pesan Qur’ani menandaskan: 
”Allah Swt hendak memberikan keringanan kepada kalian dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (Q.S An-Nisa’ (4) ; 28) 

Dalam ayat tersebut ditegaskan bahwa kodrat manusia adalah lemah, terutama lemah dalam mendidik nafsu syahwatnya. Mencegah hawa nafsu syahwat bukanlah pekerjaan ringan. namun merupakan pekerjaan yang super-super berat. Karena Allah Swt meringankan beban para hamba-Nya dengan menghalalkan bagi para lelaki untuk memperistri satu,dua,tiga, dan empat dari wanita-wanita yang sesuai dengan pilihan mereka. Bahkan untuk meringankan beban itu, Allah juga memperbolehkan menikahi para hamba sahaya, dan para janda. Jika hal tersebut memang demi solusi kerapuhan dalam menahan hawa nafsu syahwatnya, maka harus dilakukan sesuai ajaran syariat secara benar. 

Para ahli hikmah menandaskan bahwa terapi secara syariat adalah trapi primer, sedangkan trapi non-syariat adalah trapi skunder. hal yang paling esensial dalam trapi skunder adalah dengan trapi psikologis. Jika seseorang tidak mampu mengobati dirinya dengan trapi syariat (puasa dan nikah), maka ia dapat menyembuhkan penyakit asmara (rindu) dan cintanya dengan trapi psikologis. Jika anda belum tahu trapi psikologis silahkan untuk membacanya Di Sini

Terapi Rasulullah Dalam Penyembuhan Penyakit Al-Isyq (Cinta)

Oleh
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

Mukaddimah
Virus hati yang bernama cinta ternyata telah banyak memakan korban. Mungkin anda pernah mendengar seorang remaja yang nekat bunuh diri disebabkan putus cinta, atau tertolak cintanya. Atau anda pernah mendengar kisah Qeis yang tergila-gila kepada Laila. Kisah cinta yang bermula sejak mereka bersama mengembala domba ketika kecil hingga dewasa. Akhirnya sungguh tragis, Qeis benar-benar menjadi gila ketika laila dipersunting oleh pria lain. Apakah anda pernah mengalami problema seperti ini atau sedang mengalaminya? mau tau terapinya? Mari sama-sama kita simak terapi mujarab yang disampaikan Ibnu Qoyyim dalam karya besarnya Zadul Ma'ad.

Beliau berkata : Gejolak cinta adalah jenis penyakit hati yang memerlukan penanganan khusus disebabkan perbedaannya dengan jenis penyakit lain dari segi bentuk, sebab maupun terapinya. Jika telah menggerogoti kesucian hati manusia dan mengakar di dalam hati, sulit bagi para dokter mencarikan obat penawarnya dan penderitanya sulit disembuhkan.

Allah mengkisahkan penyakit ini di dalam Al-Quran tentang dua tipe manusia, pertama wanita dan kedua kaum homoseks yang cinta kepada mardan (anak laki-laki yang rupawan). Allah mengkisahkan bagaimana penyakit ini telah menyerang istri Al-Aziz gubernur Mesir yang mencintai Nabi Yusuf, dan menimpa Kaum Luth. Allah mengkisahkan kedatangan para malaikat ke negeri Luth 

Dan datanglah penduduk kota itu (ke rumah Luth) dengan gembira (karena) kedatangan tamu-tamu itu. Luth berkata: "Sesungguhnya mereka adalah tamuku; maka janganlah kamu memberi malu (kepadaku), dan bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu membuat aku terhina ".Mereka berkata: "Dan bukankah kami telah melarangmu dari (melindungi) manusia?" Luth berkata: "Inilah puteri-puteri (negeri) ku (kawinlah dengan mereka), jika kamu hendak berbuat (secara yang halal)". (Allah berfirman): "Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan)". [Al-Hijr: 68-72]

KEBOHONGAN KISAH CINTA NABI DENGAN ZAINAB BINTI JAHSY
Ada sekelompok orang yang tidak tahu menempatkan kedudukan Rasul sebagaimana layaknya, beranggapan bahwa Rasulullah tak luput dari penyakit ini sebabnya yaitu tatkala beliau melihat Zaenab binti Jahsy sambil berkata kagum: Maha Suci Rabb yang membolak-balik hati, sejak itu Zaenab mendapat tempat khusus di dalam hati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, oleh karena itu Beliau berkata kepada Zaid bin Haritsah: Tahanlah ia di sisimu hingga Allah menurunkan ayat:

“Artinya : Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan ni`mat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi ni`mat kepadanya : "Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mu'min untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi” [Al-Ahzab :37] [1]

Sebagain orang beranggapan ayat ini turun berkenaan kisah kasmaran Nabi, bahkan sebagian penulis mengarang buku khusus mengenai kisah kasmaran para Nabi dan meyebutkan kisah Nabi ini di dalamnya. Hal ini terjadi akibat kejahilannya terhadap Al-Quran dan kedudukan para Rasul, hingga ia memaksakan kandungan ayat apa-apa yang tidak layak dikandungnya dan menisbatkan kepada Rasulullah suatu perbuatan yang Allah menjauhkannya dari diri Beliau .

Kisah sebenarnya, bahwa Zainab binti Jahsy adalah istri Zaid ibn Harisah .--bekas budak Rasulullah-- yang diangkatnya sebagai anak dan dipanggil dengan Zaid ibn Muhammad. Zainab merasa lebih tinggi dibandingkan Zaid. Oleh Sebab itu Zaid ingin menceraikannya. Zaid datang menemui Rasulullah minta saran untuk menceraikannya, maka Rasulullah menasehatinya agar tetap memegang Zainab, sementara Beliau tahu bahwa Zainab akan dinikahinya jika dicerai Zaid. Beliau takut akan cemoohan orang jika mengawini wanita bekas istri anak angkatnya. Inilah yang disembunyikan Nabi dalam dirinya, dan rasa takut inilah yang tejadi dalam dirinya. Oleh karena itu di dalam ayat Allah menyebutkan karunia yang dilimpahkanNya kepada Beliau dan tidak mencelanya karena hal tersebut sambil menasehatinya agar tidak perlu takut kepada manusia dalam hal-hal yang memang Allah halalkan baginya sebab Allah-lah yang seharusnya ditakutinya. Jangan Sampai beliau takut berbuat sesuatu hal yang Allah halalkan karena takut gunjingan manusia, setelah itu Allah memberitahukannya bahwa Allah langsung yang akan menikahkannya setelah Zaid menceraikan istrinya agar Beliau menjadi contoh bagi umatnya mengenai kebolehan menikahi bekas istri anak angkat, adapun menikahi bekas istri anak kandung maka hal ini terlarang.sebagaimana firman Allah:

"Artinya : Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu" [Al-Ahzab: 40] 

Allah berfirman di pangkal surat ini:

"Artinya : Dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja" [Al-Ahzab : 4]

Perhatikanlah bagaiamana pembelaan terhadap Rasulullah ini, dan bantahan terhadap orang-orang yang mencelanya. Wabillahi at-Taufiq.

Tidak dipungkiri bahwa Rasulullah sangat mencintai istri-istrinya. Aisyah adalah istri yang paling dicintainya, namun kecintaannya kepada Aisyah dan kepada lainnya tidak dapat menyamai cintanya tertinggi, yakni cinta kepada Rabbnya. Dalam hadis shahih: 

"Artinya : Andaikata aku dibolehkan mengambil seorang kekasih dari salah seorang penduduk bumi maka aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih"[2]

KRITERIA MANUSIA YANG BERPOTENSI TERJANGKIT PENYAKIT AL-ISYQ
Penyakit al-isyq akan menimpa orang-orang yang hatinya kosong dari rasa mahbbah (cinta) kepada Allah, selalu berpaling dariNya dan dipenuhi kecintaan kepada selainNya. Hati yang penuh cinta kepada Allah dan rindu bertemu dengaanNya pasti akan kebal terhadap serangan virus ini, sebagaimana yang terjadi dengan Yusuf alaihis salam: 

"Artinya ; Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tiada melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih" [Yusuf : 24]

Nyatalah bahwa Ikhlas merupakan immunisasi manjur yang dapat menolak virus ini dengan berbagai dampak negatifnya berupa perbuatan jelek dan keji.Artinya memalingkan seseorang dari kemaksiatan harus dengan menjauhkan berbagai sarana yang menjurus ke arah itu .

Berkata ulama Salaf: penyakit cinta adalah getaran hati yang kosong dari segala sesuatu selain apa yang dicinta dan dipujanya. Allah berfirman mengenai Ibu Nabi Musa:

"Artinya ; Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya" [Al-Qasas :11]

Yakni kosong dari segala sesuatu kecuali Musa karena sangat cintanya kepada
Musa dan bergantungnya hatinya kepada Musa.

BAGAIMANA VIRUS INI BISA BERJANGKIT ?
Penyakit al-isyq terjadi dengan dua sebab, Pertama : Karena mengganggap indah apa-apa yang dicintainya. Kedua: perasaan ingin memiliki apa yang dicintainya. Jika salah satu dari dua faktor ini tiada niscaya virus tidak akan berjangkit. Walaupun Penyakit kronis ini telah membingungkan banyak orang dan sebagian pakar berupaya memberikan terapinya, namun solusi yang diberikan belum mengena.

MAKHLUK DICIPTAKAN SALING MENCARI YANG SESUAI DENGANNYA
Berkata Ibn al-Qayyim: ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hikmahNya menciptakan makhlukNya dalam kondisi saling mencari yang sesuai dengannya, secara fitrrah saling tertarik dengan jenisnya, sebaliknya akan menjauh dari yang berbeda dengannya. 

Rahasia adanya percampuran dan kesesuaian di alam ruh akan mengakibatkan adanya keserasian serta kesamaan, sebagaimana adanya perbedaan di alam ruh akan berakibat tidak adanya keserasian dan kesesuaian. Dengan cara inilah
tegaknya urusan manusia. Allah befirman:

"Artinya : Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya” [Al-A'raf :189]

Dalam ayat ini Allah menjadikan sebab perasaan tentram dan senang seorang lelaki terhadap pasangannya karena berasal dari jenis dan bentuknya. Jelaslah faktor pendorong cinta tidak bergantung dengan kecantikan rupa, dan tidak pula karena adanya kesamaan dalam tujuan dan keingginan, kesamaan bentuk dan dalam mendapat petunjuk, walaupun tidak dipungkiri bahwa hal-hal ini merupakan salah satu penyebab ketenangan dan timbulnya cinta.

Nabi pernah mengatakan dalam sebuah hadisnya:

"Artinya : Ruh-ruh itu ibarat tentara yang saling berpasangan, yang saling mengenal sebelumnya akan menyatu dan yang saling mengingkari akan berselisih "[3] 

Dalam Musnad Imam Ahmad diceritakan bahwa asbabul wurud hadis ini yaitu ketika seorang wanita penduduk Makkah yang selalu membuat orang tertawa hijrah ke Madinah ternyata dia tinggal dan bergaul dengan wanita yang sifatnya sama sepertinya yaitu senang membuat orang tertawa. Karena itulah nabi mengucapkan hadis ini.

Karena itulah syariat Allah akan menghukumi sesuatu menurut jenisnya, mustahil syariat menghukumi dua hal yang sama dengan perlakuan perbeda atau mengumpulkan dua hal yang kontradiktif. Barang siapa yang berpendapat lain maka jelaslah karena minimnya ilmu pengetahuannya terhadap syariat ini atau kurang memahami kaedah persamaan dan sebaliknya. 

Penerapan kaedah ini tidak saja berlaku di dunia lebih dari itu akan diterapkan pula di akhirat, Allah berfirman:

"Artinya : (kepada malaikat diperintahkan): Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah" [As-Shaffat : 23]

Umar ibn Khtaab dan seteelahnya Imam Ahmad pernah berkata mengenai tafsiran wajahum yakni yang sesuai dan mirip dengannya .Allah juga berfirman 

"Artinya : Dan apabila jiwa dipertemukan" [At-Takwir : 7]

Yakni setiap orang akan digiring dengan orang-orang yang sama prilakunya dengannya, Allah akan menggiring antara orang-orang yang saling mencintai kareNya di dalam surga dan akan menggiring orang orang yang saling bekasih-kasihan diatas jalan syetan di neraka Jahim, tiap oran akan digiring dengan siapa yang dicintainya mau tidak mau. Di dalam mustadrak Al-Hakim disebukan bahwa Nabi bersabda:

"Artinya : Tidaklah seseorang mencintai suatu kaum kecuali akan digiring bersama mereka kelak" [4]

CINTA DAN JENIS-JENISNYA
Cinta memiliki berbagai macam jenis dan tingkatan, yang tertinggi dan paling mulia adalah mahabbatu fillah wa lillah (cinta karena Allah dan di dalam Agama Allah) yaitu cinta yang mengharuskan mencintai apa-apa yang dicintai Allah, yang dilakukan berlandaskan cinta kepada Allah dan RasulNya.

Cinta berikutnya adalah cinta yang terjalin karena adanya kesamaan dalam cara hidup, agama, mazhab, idiologi, hubungan kekeluargaaan, profesi dan kesamaan dalam hal-hal lainnya.

Diantara jenis cinta lainnya yakni cinta yang motifnya karena ingin mendapatkan sesuatu dari yang dicintainya, baik dalam bentuk kedudukan, harta, pengajaran dan bimbingan, ataupun kebutuhan biologis. Cinta yang didasari hal-hal seperti tadi yaitu al-mahabbah al-'ardiyah-- akan hilang bersama hilangnya apa-apa yang ingin didapatnya dari orang yang dicintai. Yakinlah bahwa orang yang mencintaimu karena sesuatu akan meninggalkanmu ketika dia telah mendapat apa yang diinginkannya darimu. 

Adapun cinta lainnya adalah cinta yang berlandaskan adanya kesamaan dan kesesuaian antara yang mencintai dan yang dicinta. Mahabbah al-isyq termasuk cinta jenis ini tidak akan sirna kecuali jika ada sesuatu yang menghilangkannya. cinta jenis ini, yaitu berpadunya ruh dan jiwa, oleh karena itu tidak terdapat pengaruh yang begitu besar baik berupa rasa was-was, hati yang gundah gulana maupun kehancuran kecuali pada cinta jenis ini.

Timbul pertanyaan bahwa cinta ini merupakan bertemunya ikatan batin dan ruh, tetapi mengapa ada cinta yang bertepuk sebelah tangan? Bahkan kebanyakan cinta seperti ini hanya sepihak dari orang yang sedang kasamaran saja, jika cinta ini perpaduan jiwa dan ruh maka tentulah cinta itu akan terjadi antara kedua belah pihak bukan sepihak saja?

Jawabnya yaitu bahwa tidak terpenuhinya hasrat disebabkan kurangnya syarat tertentu, atau adanya penghalang sehingga tidak terealisasinya cinta antara keduanya. Hal ini disebabkan tiga faktor ; Pertama: bahwa cinta ini sebatas cinta karena adanya kepentingan, oleh karena itu tidak mesti keduanya saling mencintai, terkadang yang dicintai malah lari darinya. Kedua: adanya penghalang sehingga dia tidak dapat mencintai orang yang dicintanya, baik karena adanya cela dalam akhlak, bentuk rupa, sikap dan faktor lainnya. Ketiga: adanya penghalang dari pihak orang yang dicintai.

Jika penghalang ini dapat disingkirkan maka akan terjalin benang-benang cinta antara keduanya. Kalau bukan karena kesombongan, hasad, cinta kekuasaan dan permusuhan dari orang-orang kafir, niscaya para rasul-rasul akan menjadi orang yang paling mereka cintai lebih dari cinta mereka kepada diri, keluarga dan harta.

TERAPI PENYAKIT AL-ISYQ
Sebagai salah satu jenis penyakit, tentulah al-isyq dapat disembuhkan dengan terapi-terapi tertentu. Diantara terapi tersebut adalah sebagai berikut:





1. Jika terdapat peluang bagi orang yang sedang kasmaran tersebut untuk meraih cinta orang yang dikasihinya dengan ketentuan syariat dan suratan taqdirnya, maka inilah terapi yang paling utama. Sebagaimana terdapat dalam sahihain dari riwayat Ibn Mas'ud Radhiyallahu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Artinya : Hai sekalian pemuda, barang siapa yang mampu untuk menikah maka hendaklah dia menikah , barang siap yang belum mampu maka hendaklah berpuasa karena puasa dapat menahan dirinya dari ketergelinciran (kepada perbuatan zina)".

Hadis ini memberikan dua solusi, solusi utama, dan solusi pengganti. Solusi petama adalah menikah, maka jika solusi ini dapat dilakukan maka tidak boleh mencari solusi lain. Ibnu Majah meriwaytkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

"Artinya : Aku tidak pernah melihat ada dua orang yang saling mengasihi selain melalui jalur pernikahan".

Inilah tujuan dan anjuran Allah untuk menikahi wanita, baik yang merdeka ataupun budak dalam firman-Nya: 

"Artinya : Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah".[An-Nisa : 28]

Allah menyebutkan dalam ayat ini keringanan yang diberikannya terhadap hambaNya dan kelemahan manusia untuk menahan syahwatnya dengan membolehkan mereka menikahi para wanita yang baik-baik dua, tiga ataupun empat, sebagaimana Allah membolehkan bagi mereka mendatangi budak-budak wanita mereka. Sampai-sampai Allah membuka bagi mereka pintu untuk menikahi budak-budak wanita jika mereka butuh sebagai peredam syahwat, keringanan dan rahmati-Nya terhadap makluk yang lemah ini.

2. Jika terapi pertama tidak dapat dilakukan karena tertutupnya peluang menuju orang yang dikasihinya karena ketentuan syar'i dan takdir, penyakit ini bisa semangkin ganas. Adapun terapinya harus dengan meyakinkan dirinya bahwa apa-apa yang diimpikannya mustahil terjadi, lebih baik baginya untuk segera melupakannya. Jiwa yang berputus asa untuk mendapatkan sesuatu, niscaya akan tenang dan tidak lagi mengingatnya. Jika ternyata belum terlupakan, akan berpengaruh terhadap jiwanya sehingga semangkin menyimpang jauh. 

Dalam kondisi seperti ini wajib baginya untuk mencari terapi lain yaitu dengan mengajak akalnya berfikir bahwa menggantungkan hatinya kepada sesuatu yang mustahil dapat dijangkau adalah perbuatan gila, ibarat pungguk merindukan bulan. Bukankah orang-orang akan mengganggapnya termasuk ke dalam kumpulan orang-orang yang tidak waras?

Apabila kemungkinan untuk mendapatkan apa yang dicintainya tertutup karena larangan syariat, terapinya adalah dengan mengangap bahwa yang dicintainya itu bukan ditakdirkan menjadi miliknya. Jalan keselamatan adalah dengan menjauhkan dirinya dari yang dicintainya. Dia harus merasa bahwa pintu kearah yang diingininya tertutup, dan mustahil tercapai. 

3. Jika ternyata jiwanya yang selalu menyuruhnya kepada kemungkaran masih tetap menuntut, hendaklah dia mau meninggalkannya karena dua hal, pertama karena takut (kepada Allah) yaitu dengan menumbuhkan perasaan bahwa ada hal yang lebih layak dicintai, lebih bermanfaat, lebih baik dan lebih kekal. Seseorang yang berakal jika menimbang-nimbang antara mencintai sesuatu yang cepat sirna dengan sesuatu yang lebih layak untuk dicintai, lebih bermanfaat, lebih kekal dan lebih nikmat, akan memilih yang lebih tinggi derajatnya. Jangan sampai engkau menggadaikan kenikmatan abadi yang tidak terlintas dalam pikiranmu dengan kenikmatan sesaat yang segera berbalik menjadi sumber penyakit. Ibarat orang yang sedang bermimpi indah, ataupun menghayal terbang melayang jauh, ketika tersadar ternyata hanyalah mimpi dan khayalan, akhirnya sirnalah segala keindahan semu, tinggal keletihan, hilang nafsu dan kebinasaan menunggu. 

Kedua keyakinan bahwa berbagai resiko yang sangat menyakitkan akan ditemuinya jika dia gagal melupakan yang dikasihinya, dia akan mengalami dua hal yang menyakitkan sekaligus, yaitu:gagal dalam mendapatkan kekasih yang diinginkannya, dan bencana menyakitkan dan siksa yang pasti akan menimpanya. Jika yakin bakal mendapati dua hal menyakitkan ini niscaya akan mudah baginya meninggalkan perasaan ingin memiliki yang dicinta.Dia akan bepikir bahwa sabar menahan diri itu lebih baik. Akal, agama , harga diri dan kemanusiaannya akan memerintahkannya untuk bersabar sedikit demi mendapatkan kebahagiaan yang abadi. Sementara kebodohan, hawa nafsu, kezalimannya kan memerintahkannya untuk mengalah mendapatkan apa yang dikasihinya . orang yang terhindar adalah orang-orang yang dipelihara oleh Allah.

4. Jika hawa nafsunya masih tetap ngotot dan tidak terima dengan terapi tadi, maka hendaklah berfikir mengenai dampak negatif dan kerusakan yang akan ditimbulkannya segera, dan kemasalahatan yang akan gagal diraihnya. Sebab mengikuti hawa nafsunya akan menimbulkan kerusakan dunia dan menepis kebaikan yang datang, lebih parah lagi dengan memperturutkan hawa nafsu ini akan menghalanginya untuk mendapat petunjuk yang merupakan kunci keberhasilannya dan kemaslahatannya.

5. Jika terapi ini tidak mempan juga untuknya, hendaklah dia selalu mengingat sisi-sisi kejelekan kekasihnya,dan hal-hal yang membuatnya dampat menjauh darinya, jika dia mau mencari-cari kejelekan yang ada pada kekasihnya niscaya dia akan mendapatkannya lebih dominan dari keindahannya, hendaklah dia banyak bertanya kepada orang-orang yang berada disekeliling kekasihnya tentang berbagai kejelekannya yang tersembunyi baginya. Sebab sebagaiman kecantikan adalah faktor pendorong seseorang untuk mencintai kekasihnya demikian pula kejelekan adalah pendorong kuat agar dia dapat membencinya dan menjauhinya. Hendaklah dia mempertimbangkan dua sisi ini dan memilih yang terbaik baginya. Jangan sampai terperdaya dengan kecantikan kulit dengan membandingkannya dengan orang yang terkena penyakit sopak dan kusta, tetapi hendaklah dia memalingkan pandangannnya kepada kejelelekan sikap dan prilakunya, hendaklah dia menutup matanya dari kecantikan fisik dan melihat kepada kejekan yang diceritakan mengenainya dan kejelekan hatinya.

6. Jika terapi ini masih saja tidak mempan baginya, maka terapi terakhir adalah mengadu dan memohon dengan jujur kepada Allah yang senantiasa menolong orang-orang yang ditimpa musibah jika memohon kepadaNya, hendaklah dia menyerahkan jiwa sepenuhnya dihadapan kebesaranNya, sambil memohon, merendahkan dan menghinakan diri. Jika dia dapat melaksankan terapi akhir ini, maka sesunguhnya dia telah membuka pintu taufik (pertolongan Allah). Hendaklah dia berbuat iffah (menjaga diri) dan menyembunyikan perasaannya, jangan sampai dia menjelek-jelekkan kekasihanya dan mempermalukannya dihadapan manusia, ataupun menyakitinya, sebab hal tersebut adalah kezaliman dan melampaui batas.

PENUTUP
Demikianlah kiat-kiat khusus untuk menyembuhkan penyakit ini. Namun ibarat kata pepatah: mencegah lebih baik daripada mengobati, maka sebelum terkena lebih baik menghindar. Bagaimana cara menghindarinya? tidak lain dengan tazkiyatun nafs. 

Semoga pembahasan ini bermanfaat.

[Diterjemahkan oleh : Ustadz Ahmad Ridwan,Lc (Abu Fairuz Al-Medani), Dari kitab : Zadul Ma'ad Fi Hadyi Khairi Ibad, Juz 4, halaman 265-274, Penulis Ibnu Qayyim Al-Jauziah]
_______
Footnote
[1]. Ini berita batil yang diriwayatkan oleh Ibn Sa'ad dalam at-Tabaqat/101-102, dan al-Hakim 3/23 dari jalan Muhammad ibn Umar al Waqidi seorang yang Matruk (ditinggalkan)-- dan sebagian menggapnya sebagai pemalsu hadis, dari Muhakmmad ibn Yahya ibn Hibban--seorang yang siqah –namun riwayat yang diriwayatkannya dari Nabi sekuruhnya mursal. Kebatilah riwayat ini telah diterangkan oleh para ulama almuhaqqiqin. Mereka berkata: Penukil riwayat ini dan yang menggunakan ayat ini sebagai dalil terhadap prasangka buruk mereka mengenai Rasulullah sebenranya tidak meletetakkan kedudukan kenabian Rasulullah sebagaimana layaknya, dan tidak mengerti makna kemaksuman Beliau. Sesungguhnya yang disembunayikan Nabi di dalam dirinya dan belakangan Allah nampakkan adalah berita yang Allah sampaikan padanya bahwa kelak Zaenab akan menjadi istrinya. Faktor yang membuat nabi menyembunyikan berita ini tidak lain disebabkan perasaan takut beliau terhadap perkataan orang bahwa Beliau tega menikahi istri anak angkatnya . Sebenarnya dengan kisah ini Allah ingin membatakan tadisi jahiliyyah ini dalam hal adopsi , yaitu dengan menikahkan Rasulullah dengan istri anak angkatnya. Peristiwa yang terjadi dengan Rasulullah ini sebagai pemimpin manusia akan lebih diterima dan mengena di hati mereka.. Lihat Ahkam Alquran 3/1530,1532 karya Ibn Arabi dan Fathul Bari 8/303, Ibn Kastir 3/492, dan Ruhul Ma'ani 22/24-25.
[2]. Hadis diriwayatkan oleh Bukhari 7/15 dalam bab fadhail sahabat Nabi, dari jalan Abdullah ibn Abbas, dan diriwayatkan oleh Imam Muslim (2384) dalam Fadail Sahabat, bab keutamaan Abu Bakar, dari jalan Abdullah ibn Masud, dan keduanya sepakat meriwayatkan dari jalan Abu Sa'id al-khudri. 
[3]. Hadis Riwayt Bukhari 7/267dari hadis Aisyah secara muallaq, dan Muslim (2638) dari jalan Abu Hurairah secara mausul
[4]. Diriwayatkan oleh Ahmad 6/145, 160, dan an-Nasai dari jalan Aisyah Bahwa Rasulullah Saw bersabda: Aku bersumpah terhadap tiga hal, Allah tidak akan menjadikan orang-orang yang memiliki saham dalam Islam sama dengan orang yang tidak memiliki saham, saham itu yakni: Sholat, puasa dan zakat. Tidak lah Allah mengangkat seseorang di dunia, kemudain ada selainNya yang dapat mengankat (derajatnya) di hari kiamat. Tidaklah seseorang mencintai suatu kaum kecuali kelak Allah akan menggumpulkannya bersama (di akhirat). Kalau boleh aku bersumpat terhadap yang keempat dan kuharap aku tiodak berdosa dalam hal ini yaitu tidaklah seseorang memberi pakaian kepada orang lain (untuk menutupi auratnya) kecuali Allah akn memberikannya pakaian penutup di hari kiamat. Para perawi hadis ini stiqah kecuali Syaibahal-khudri (di dalam Musnad di tulis keliru dengan al-isyq-hadromi). Dia meriwayatkan dari Urwah, dan dia tidak di tsiqahkan kecuali oleh Ibn Hibban, namun ada syahidnya dari hadist Ibn Masud dari jalur Abu Yala, dan Thabrani dari jalur Abu Umamah, dengan kedua jalan ini hadis ini menjadi sahih.

Sumber: http://almanhaj.or.id/content/2074/slash/0/terapi-rasulullah-dalam-penyembuhan-penyakit-al-isyq-cinta/

Kalam Tuan syaikh Abdul Qodir Bagian Awal Tentang I'tirod

 قال سيدنا الشيخ محي الدين ابو محمد عبد القدير رضي الله عنه بكرة يوم الأحد بالرباط ثالث الشوال سنة خمس وأربعين وخمسمائة،  Sayidina syaikh ab...